Analogi Tirai Jendela & Tanggul

Ditulis Oleh: Irse Wilis


Kamarku memiliki sebuah jendela yang akan selalu mendapat sinar matahari ketika pagi hari telah menyapa. Jika cuaca sedang terik, biasanya cahaya matahari akan memasuki ruangan kamarku, tentunya setelah tirai jendelanya di buka. Jika tidak dibuka, maka sinar matahari tidak akan mampu menembus ruangan kamarku karena terhalang oleh tirai tersebut.

Demikian juga sebuah hati yang tertutupi begitu banyak sampah. Entah itu sampah kebencian, kemarahan, kesedihan, kekecewaan, dan luka batin lainnya yang hanya berbentuk seperti kain pembatas/tirai yang menghalangi sinar kemuliaan Tuhan utk memasuki hati dan hidup kita.

Sebenarnya, kehidupan ini sarat dengan masalah dan cobaan bukanlah tanpa arti. Sama seperti emas yang membutuhkan api untuk memurnikan dirinya, demikianlah masalah atau cobaan menerpa manusia adalah untuk memurnikan cinta manusia kepada Tuhan, apakah manusia sungguh tergantung pada Tuhan? Atau malah cenderung tergantung pada kemampuan diri sendiri? Semua masalah dan cobaan tersebut adalah proses yang harus dihadapi untuk meraih mahkota surgawi.

Kain pembatas jendela di kamarku berwarna kuning keemasan, warna yang sangat ceria sebanding dengan paparan sinar matahari yang selalu menyentuhnya di setiap harinya. Kain pembatas jendela adalah alat yang berguna agar segala sesuatu yang terdapat di dalam ruangan, tidak dapat dilihat dari luar ruangan. Bisa dibayangkan bukan, jika harta karun seseorang dapat dilihat dengan jelas dari luar? maka akan menimbulkan keinginan pihak lain untuk memilikinya juga. Jadi, kain pembatas jendela tidak selalu berarti buruk, sama seperti hati seseorang yang tertutup karena sesuatu alasan, hal ini tidak dapat diartikan 100% salah/buruk, karena terkadang keadaan seseorang mengharuskan dia menutup diri dulu untuk mencegah kerusakan hati dan perasaan yang lebih parah.

Kain pembatas jendela tersebut juga mirip seperti sebuah tanggul. Ketika hati seseorang tertutup maka hal itu diperlukan untuk mencegah banjir, entah itu banjir amarah, banjir air mati, banjir kekecewaan, banjir sakit hati dan banjir bandang lainnya. Tanggul itu diperlukan untuk mencegah meluapnya banjir tersebut dan mencegah rembesan air kotor kemana-mana. 

Sama seperti sebuah tanggul yang tidak diperlukan setiap hari, karena tanggul lebih efektif dibutuhkan saat banjir/musim penghujan, demikianlah hati yang tertutup tidak diperlukan terus menerus. Ada saatnya, hati tersebut harus dibuka lebar untuk dapat merasakan rahmat Tuhan, untuk dapat dipulihkan dari luka batin, agar mampu mengalami kedewasaan iman. Tanpa pembukaan diri dan hati, maka mustahil kesembuhan akan diperoleh, mustahil mengalami perubahan ke arah yang lebih baik yang mampu mendekatkan seseorang dengan sumber kebahagiaan sejati.

Untuk itu, marilah pahami keadaan diri kita masing-masing, dan terlebih-lebih mereka yang sedang mengalami banjir bandang, agar selaku sesama saudara dalam iman, kita mampu mengingatkan sesama kita kapan perlu memakai tanggul, kapan perlu membuka tirai jendela dan kapan perlu menutupnya, karena kehidupan ini sungguh dinamis dan memerlukan penyesuaian diri yang terus menerus agar mampu bertahan sampai pertandingan akhir.

Cerita Tentang Ban yang Bocor

Ditulis Oleh: Irse Wilis


Kendaraan beroda dua, tiga atau empat tidak akan asing dengan kehadiran ban yang berada di sisi bawah sebuah kendaraan. Jika melihat sebuah ban, yang terlintas dalam pikiran adalah tentang sebuah karet yang berbentuk bulat dan menjadi salah satu sarana penting untuk mengerakkan suatu kendaraan. Tanpa kehadiran ban, maka kendaraan apapun akan teronggok diam dan merupakan pajangan semata.

Siang itu, ketika berjalan menuju tempat usaha bosku, ban motorku mendadak kempes. “Duh bakal telat nih untuk sampai ke toko bos” pikirku dalam hati. Sambil ngos-ngosan melawan panas terik di siang itu, aku mendorong motorku ke arah tukang tambal ban yang berada di seputaran Jl.Gajah Mada yang sedang ku lewati. Sesampainya di tempat tambal ban tersebut, aku pun duduk di dekat motorku, menunggu montir yang bekerja untuk menambal ban tersebut.

Selama di pinggir jalan raya tersebut, aku sibuk memperhatikan orang-orang yang lalu lalang dengan tidak sabaran. Terlihat juga beberapa pedagang buah yang sibuk berinteraksi dengan beberapa pembeli buah dipinggir jalan gajah mada tersebut. Teringat olehku akan penghasilanku yang tidak kunjung bertambah, ada rasa marah, kecewa dan kesal kepada bos di tempat aku bekerja saat ini. “Mengapa ya..orang kaya cenderung kikir dan menahan berkat buat sesama? Padahal karyawan juga merupakan asset yang harus dijaga perusahaan?” Demikian secuil isi pikiran yang menemaniku di siang itu.

Ban motorku yang sedang aku pandangi, memberi gambaran tentang kehidupan di dunia ini yang harus seimbang. Jika kehidupan seseorang diibaratkan dengan ban motor, maka jika ban tersebut terlalu penuh dengan angin maka motor tersebut akan gampang bocor akibat tekanan yang diterima dari luar begitu kuat, dan tekanan dari dalam juga begitu kuat menolak sehingga, sisi bagian dalam dari ban dalam akan menipis dan menjadi semakin menipis akibat perbedaan tekanan tersebut; yang pada akhirnya akan menimbulkan kebocoran dan kerusakan pada ban dalam tersebut.

Begitu juga dalam kehidupan ini, jika sesuatu masalah dipandang terlalu logis maka akan mengikis rasa percaya akan pertolongan Tuhan yang sungguh nyata lewat mukjizat yang tidak terduga; demikian sebaliknya jika suatu masalah terlalu dipandang dari sisi agama, maka akan menyurutkan semangat untuk maju yang di dukung oleh peningkatan ilmu pengetahuan dan motivasi untuk meraih kesuksesan. Masalah gaji di atas adalah sebuah contoh kecil yang kerap dialami karyawan yang sering menjadi bumerang bagi diri sendiri. Jika, seseorang terlalu logis menyikapi masalah tersebut maka, pintu untuk korupsi akan terbuka lebar, persaingan tidak sehatpun menjadi terbentuk, manusia mungkin bisa jadi, membenci Tuhan yang tidak adil dalam berkat yang diterimanya yang akhirnya menjauhkan manusia dari hakikatnya sebagai makhluk yang secitra dengan Allah. Sebaliknya, jika masalah gaji tersebut dipandang dari sisi agama maka seseorang tersebut akan cenderung pasrah dan tidak berusaha untuk mencari tempat kerja lain yang bisa mendukung peningkatan jenjang karirnya. Rasa syukur yang dibaluti dengan pasrah tapi tidak meningkatkan kemampuan diri sendiri adalah tindakan salah yang tidak rasional yang akan menjadikan seseorang tersebut menjadi pribadi pasif yang tidak kreatif dan dinamis.

Perlu keseimbangan antara intelektual dan rohani, agar tubuh, jiwa dan roh manusia berkembang dengan baik seturut dengan kehendak Allah. Tanpa keseimbangan diantaranya, maka kehidupan manusia sama seperti ban yang bisa rusak akibat tekanan berlebihan dari dalam atau luar ban tersebut.

Dalam kehidupan ini, jalan yang dilalui tidak selalu mulus, perlu tekanan angin yang pas agar ban dalam tidak gampang bocor; perlu keseimbangan intelektual dan rohani agar seorang manusia tahan terhadap berbagai guncangan yang mungkin akan timbul seiring berjalannya waktu.

Begitulah, hasil refleksi yang ku dapat dari tempat tambal ban di siang itu, yang menambah wawasan dan imanku tentang menjalani kehidupan ini.

Anak adalah Investasi

Ditulis Oleh: Irse Wilis 



Kalimat di atas adalah salah satu bagian dari topik obrolan kami di siang itu, tepatnya dengan istri abang sepupuku. Aku tidak ingat topik obrolan kami di siang itu tentang apa, tapi kalimat tersebut mengalir begitu saja dari mulut kakakku. Kalimat itu sungguh mengusik pikiranku ketika salah seorang teman baruku, tidak setuju dengan kalimat tersebut; berbanding terbalik dengan aku yang menganggap kalimat tersebut adalah hal yang masih masuk akal dan tidak berarti jelek.

Jika melihat background keluarga kami yang mayoritas pedagang dan sering berkutat dengan barang, uang dan perekonomian, adalah hal yang wajar untuk membicarakan suatu investasi. Namun, ketika anak dijadikan investasi, kalimatku itu sungguh mengusik teman baruku di grup WA yang baru aku ikuti, dimana dia tidak menyetujui kalimatku tersebut. Aku bisa mengerti ketidaksetujuannya, namun dalam hati dan pikiran terdalamanku, ketidaksetujuannya tersebut membuat suatu gejolak dalam batinku; ibarat gelombang air laut yang perlahan menghempas di dasar sanubariku.

Melihat defenisi investasi tersebut yang sangat identik dengan nilai ekonomi yang berhubungan dengan uang, hal ini dianggap sebagai suatu ajang mendukung penjualan manusia dimana manusia tersebut dilahirkan untuk dijadikan harta, yang kemudian di atur dan dikelola sedemikian rupa sehingga meningkatkan keuntungan bagi orangtua yang memiliki harta tersebut; dimana harta yang dimaksud adalah kehadiran anak dalam keluarga. Pikiran seperti inilah; yang mungkin muncul dalam benak teman baruku tersebut sehingga, dia tidak menyetujui kalimat aku diatas.

Hasil permenunganku tentang kalimat di atas menyadarkan aku betapa kompleksnya pengertian manusia terhadap satu kalimat. Karena pengertian seseorang terhadap suatu hal akan dipengaruhi oleh backgroundnya juga, misalnya: latar belakang pendidikan, agama, suku, kebudayaan dan lain-lain. Hal inilah yang memicu perbedaan pandangan di antara sesama manusia. Perbedaan tersebut adalah hal yang wajar, tidak untuk dipertentangkan, namun cukup dijadikan tambahan pengertian sehingga membuat pengertian kita terhadap sesuatu hal semakin kaya karena berasal dari sudut pandang yang berbeda-beda.

Bagi aku sendiri, anak adalah investasi artinya bahwa kehadiran anak merupakan suatu penanaman modal dalam kehidupan ini. Menanam modal sebagai tanggung jawab terhadap panggilan hidup berkeluarga yang harus menghasilkan buah. Anak adalah investasi juga dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan makna/nilai kehadiran anak dalam keluarga tersebut; yang membuat anak tersebut menjadi sangat berarti, sangat bernilai, sangat istimewa berbeda dengan jenis investasi lainnya. Sekalipun investasi ini unik, namun prinsipnya adalah sama dengan jenis investasi pada umumnya, yang harus dijaga dan dikelola dengan baik, untuk meningkatkan nilai dari harta tersebut. Hal ini TIDAK berarti untuk menjadikan anak sebagai barang atau robot yang harus di setting sedemikian rupa; karena jaga dan kelola yang aku maksud adalah membentuk anak menjadi pribadi yang mengenal penciptaNya yang merupakan sumber kekayaan sejati. Misalnya, menjaga perilaku anak sejak usia dini, dimana asupan hal positif sangat diperlukan agar si anak bertumbuh menjadi manusia seutuhnya. Ibarat tanaman yang harus dipupuk dengan rajin, diberi tanah yang baik dan gembur, serta disiram dengan rajin dan teratur, demikianlah maksud menjaga anak.

Sementara mengelola yang aku maksud adalah mengarahkan anak kepada sumber kehidupan sejati yang akan menjadikan anak sebagai manusia seutuhnya yang sadar akan panggilannya sebagai seorang manusia, sebagai laki-laki atau perempuan. Jadi menjaga dan mengelola bukan merupakan sistem pingitan yang membatasi ruang gerak anak, namun lebih kepada mendidik anak untuk menjadikan nilai kemanusiaannya semakin meningkat; yang pada akhirnya akan menguntungkan orangtua artinya membuat orang tua bangga dan bahagia.

Anak adalah investasi merupakan suatu bentuk realisasi tanggung jawab dari orang tua terhadap kehidupan pernikahannya; dimana masing-masing orangtua terpanggil untuk menjaga dan mengelola harta (anaknya) agar nilai dari harta tersebut semakin tinggi dan pada akhirnya akan menguntungkan orangtua juga. Sebagaimana investasi harus dijaga agar tidak sampai turun nilainya, demikian juga kehadiran anak dalam keluarga agar tidak menjadi beban, tidak menjadi masalah dalam kehidupan pernikahan sehingga orangtua sadar akan peranan dan tanggungjawab masing-masing sebagai seorang bapak atau ibu.

Namun, penting untuk mengingat bahwa anak adalah titipan Ilahi, hasil dari anugerah Tuhan dari pernikahan kedua orangtua sehingga orangtua TIDAK boleh seperti kacang yang lupa akan kulitnya, lupa akan Tuhan yang menciptakan manusia baru tersebut (anak). Jika, manusia tersebut ingat akan Tuhannya, maka tidak ada alasan bagi orangtua untuk mengekang buah hatinya sebagai harta yang harus dikuasai dan dikelola sendiri tanpa campur tangan Tuhan. Karena jika hal ini terjadi, maka kehidupan di keluarga tersebut dapat dipastikan tidak sehat dan akan membentuk anak-anak yang miskin cinta Tuhan, karena cinta yang diperoleh dari orang tua adalah miskin cinta Tuhan. Karena cinta Tuhan adalah cinta yang bebas, setia, total dan berbuah, dimana keempat prinsip ini harus ada dan menjadi satu kesatuan.

Bagi aku, anak adalah investasi adalah bagian dari perjalanan hidup ini dimana dalam kehidupan ini kita harus menghasilkan buah, dimana buah tersebut nampak dari hasil akhir investasi kita tersebut yang harus menghasilkan sesuatu yang baik bagi diri kita sendiri terlebih bagi lingkungan di sekitar kita. Jika buah pelayanan kita belum terlihat ke lingkungan luar, minimal buah tersebut dapat terlihat dari anggota keluarga kita yang semakin cinta Tuhan.

Mengapa cinta Tuhan merupakan tolak ukur kesuksesan investasi di dunia? Jawabnya, karena tanpa Tuhan dalam kehidupan ini, maka kehidupan ini tidak akan pernah ada artinya baik bagi diri sendiri atau bagi orang lain.

Yohanes 15:5 "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa"