Cerita Tentang Ban yang Bocor

Ditulis Oleh: Irse Wilis


Kendaraan beroda dua, tiga atau empat tidak akan asing dengan kehadiran ban yang berada di sisi bawah sebuah kendaraan. Jika melihat sebuah ban, yang terlintas dalam pikiran adalah tentang sebuah karet yang berbentuk bulat dan menjadi salah satu sarana penting untuk mengerakkan suatu kendaraan. Tanpa kehadiran ban, maka kendaraan apapun akan teronggok diam dan merupakan pajangan semata.

Siang itu, ketika berjalan menuju tempat usaha bosku, ban motorku mendadak kempes. “Duh bakal telat nih untuk sampai ke toko bos” pikirku dalam hati. Sambil ngos-ngosan melawan panas terik di siang itu, aku mendorong motorku ke arah tukang tambal ban yang berada di seputaran Jl.Gajah Mada yang sedang ku lewati. Sesampainya di tempat tambal ban tersebut, aku pun duduk di dekat motorku, menunggu montir yang bekerja untuk menambal ban tersebut.

Selama di pinggir jalan raya tersebut, aku sibuk memperhatikan orang-orang yang lalu lalang dengan tidak sabaran. Terlihat juga beberapa pedagang buah yang sibuk berinteraksi dengan beberapa pembeli buah dipinggir jalan gajah mada tersebut. Teringat olehku akan penghasilanku yang tidak kunjung bertambah, ada rasa marah, kecewa dan kesal kepada bos di tempat aku bekerja saat ini. “Mengapa ya..orang kaya cenderung kikir dan menahan berkat buat sesama? Padahal karyawan juga merupakan asset yang harus dijaga perusahaan?” Demikian secuil isi pikiran yang menemaniku di siang itu.

Ban motorku yang sedang aku pandangi, memberi gambaran tentang kehidupan di dunia ini yang harus seimbang. Jika kehidupan seseorang diibaratkan dengan ban motor, maka jika ban tersebut terlalu penuh dengan angin maka motor tersebut akan gampang bocor akibat tekanan yang diterima dari luar begitu kuat, dan tekanan dari dalam juga begitu kuat menolak sehingga, sisi bagian dalam dari ban dalam akan menipis dan menjadi semakin menipis akibat perbedaan tekanan tersebut; yang pada akhirnya akan menimbulkan kebocoran dan kerusakan pada ban dalam tersebut.

Begitu juga dalam kehidupan ini, jika sesuatu masalah dipandang terlalu logis maka akan mengikis rasa percaya akan pertolongan Tuhan yang sungguh nyata lewat mukjizat yang tidak terduga; demikian sebaliknya jika suatu masalah terlalu dipandang dari sisi agama, maka akan menyurutkan semangat untuk maju yang di dukung oleh peningkatan ilmu pengetahuan dan motivasi untuk meraih kesuksesan. Masalah gaji di atas adalah sebuah contoh kecil yang kerap dialami karyawan yang sering menjadi bumerang bagi diri sendiri. Jika, seseorang terlalu logis menyikapi masalah tersebut maka, pintu untuk korupsi akan terbuka lebar, persaingan tidak sehatpun menjadi terbentuk, manusia mungkin bisa jadi, membenci Tuhan yang tidak adil dalam berkat yang diterimanya yang akhirnya menjauhkan manusia dari hakikatnya sebagai makhluk yang secitra dengan Allah. Sebaliknya, jika masalah gaji tersebut dipandang dari sisi agama maka seseorang tersebut akan cenderung pasrah dan tidak berusaha untuk mencari tempat kerja lain yang bisa mendukung peningkatan jenjang karirnya. Rasa syukur yang dibaluti dengan pasrah tapi tidak meningkatkan kemampuan diri sendiri adalah tindakan salah yang tidak rasional yang akan menjadikan seseorang tersebut menjadi pribadi pasif yang tidak kreatif dan dinamis.

Perlu keseimbangan antara intelektual dan rohani, agar tubuh, jiwa dan roh manusia berkembang dengan baik seturut dengan kehendak Allah. Tanpa keseimbangan diantaranya, maka kehidupan manusia sama seperti ban yang bisa rusak akibat tekanan berlebihan dari dalam atau luar ban tersebut.

Dalam kehidupan ini, jalan yang dilalui tidak selalu mulus, perlu tekanan angin yang pas agar ban dalam tidak gampang bocor; perlu keseimbangan intelektual dan rohani agar seorang manusia tahan terhadap berbagai guncangan yang mungkin akan timbul seiring berjalannya waktu.

Begitulah, hasil refleksi yang ku dapat dari tempat tambal ban di siang itu, yang menambah wawasan dan imanku tentang menjalani kehidupan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar