Tentang Mukjizat

Ditulis Oleh: Irse Wilis 

Sadar atau enggak sadar, di dalam kehidupan ini sering sekali terjadinya mukjizat. Mukjizat itu adalah sesuatu  hal baik, yang terjadi di luar akal sehat dan ada campur tangan Tuhan di dalamnya. Jika tidak ada campur tangan Tuhan, maka hal tersebut dipandang sebagai suatu hal yang kebetulan saja. Dalam mukjizat; kesaksian seseorang memegang peranan penting dalam pewartaan hal yang luar biasa tersebut. Karena hanya orang yang sudah merasakannya; yang akan mengaminkan suatu peristiwa mukjizat.

Beberapa hari belakangan ini, saya mengalami mukjizat yang menurutku sangat membantu perkembangan imanku yang membuatku semakin sadar bahwa Tuhan itu sungguh hadir di dalam keseharian hidup manusia.

 Akhir bulan September 2016, cuaca di kota Medan sungguh teramat buruk. Hujan badai, yang menyebabkan banjir dan pohon tumbang dimana-mana. Kejadian paling parah tepatnya pada hari rabu 28-09-2016 & kamis 29-09-2016.

Tanggal 30-09-2016 (hari Jumat) akan diadakan misa pembukaan bulan Rosario di gereja Kristus Raja (KR) Medan, tanggal 01-10-2016 (hari Sabtu) saya selaku anggota Legio Hati Maria Tak Bercela (HMTB) diundang untuk menghadiri rapat OMK untuk berdoa rosario bersama.

Sejak hari Kamis; saya sudah memiliki kegiatan di seputaran gereja KR-Medan. Saya berdoa dalam hati agar pada hari Kamis, Jumat dan Sabtu nanti; semoga tidak terjadi hujan badai seperti yang telah terjadi pada hari Rabu tgl 28-09-2016 yang lalu. Saya percaya, Tuhan akan mendengar doa saya, sekalipun tidak didengar; saya akan tetap menghadiri devosi Kerahiman Ilahi pada hari Kamis 29-09-2016 pkl 17.30 demikianlah sebagian isi doa yang saya panjatkan mulai Kamis pagi.

Dan hasilnya, sampai devosi selesai sekitar pkl 18.30 langit yang terang tiba-tiba gelap gulita, pertanda hujan akan segera turun. Tak sedikitpun saya kecewa karena malam ini akan turun hujan lagi. Dan puji Tuhan, sampai di rumah; saya tidak basah kuyup seperti hari-hari sebelumnya ketika saya terkena hujan badai. Besoknya, hari Jumat 30-09-2016; doa yang sama saya ucapkan lagi, memohon kemurahan hati Tuhan supaya hujan tidak badai sehingga perarakan patung Bunda Maria  dari luar gereja boleh berjalan dengan lancar. Saya yang bertugas menjadi pembagi lilin dan penjaga pintu gereja; tidak mengikuti perarakan sehingga bisa leluasa mondar mandir memperhatikan langit di sore itu. 

Dan doaku seperti tidak terjawab lagi; langit sudah penuh dengan gulungan awan pekat seperti kejadian pada hari-hari sebelumnya. Dalam hati, saya ketar ketir sendiri; "gimana ya; seandainya hujan turun di saat doa rosario sedang berlangsung selama perarakan di luar gereja tersebut??!!!". Saya ngoceh sendiri sambil memandang gulungan awan di langit, "hush..awan-awan..pergi lah menjauh!!!, hujannya bawa ke tempat lain saja", seruku sambil berdoa dalam hati untuk mohon pertolongan Tuhan agar perarakan dan doa rosario dapat berjalan lancar. Dan luar biasa, angin yang kencang tidak menurunkan butiran hujan, sehigga perarakan selesai dan misapun berjalan dengan tenang dan lancar. Sayapun sampai di rumah dengan selamat dan tidak basah karena hujan turun sekitar sejam setelah misa selesai.

Ajaib benar dan nyata benar kuasa Tuhan pada Jumat sore tersebut. Aku merasa hal ini mukjizat karena Tuhan mendengarkan dan mengabulkan doaku. 

Mukjizat kedua tentang doa mohon beatifikasi hamba Allah Frank Duff yang merupakan pendiri Legio Maria. Sejak menjadi auksilier legio HMTB (Mei 2016), sampai saya menjadi anggota aktif mulai Juli 2016 sampai sekarang; saya tetap mendoakan doa Tessera lengkap sampai doa Beatifikasi hamba Allah Frank Duff. Di doa permohonan ini; saya terus menerus meminta agar Tuhan menambahkan anggota legio kami; supaya semakin banyak generasi penerus legio ini, dan semoga anggota aktif semuanya boleh sungguh-sungguh menjadi legioner sejati; yang rajin ikut rapat dan aktif dalam pelayanan. Doa ini terus menerus saya panjatkan dan pada hari Minggu tanggal 02-10-2016; doa tersebut terjawab dan terkabul.

Anggota baru dari antah berantah berkunjung hari Minggu tanggal 25-09-2016. Biasanya, anggota legio sudah saling kenal. Misalnya, si x menjaring temannya si z untuk ikut legio ini, dan demikian seterusnya; sehingga kebanyakan anggota legio HMTB sudah saling kenal. Tapi, tamu spesial tanggal 25-09-2016 adalah tidak berasal dari teman-teman internal legio HMTB. Seorang tamu yang langsung menyatakan keinginannya untuk menjadi anggota aktif legio HMTB. Sekedar info; saya sendiri memerlukan waktu yang cukup lama (sekitar sebulan) dalam memutuskan apakah ingin menjadi anggota aktif di kelompok kategorial ini, atau tidak.

Tanggal 02-10-2016 pada rapat legio berikutnya, tamu spesial pada minggu lalu datang lagi dan menunjukkan bahwa dia beneran niat join dengan kelompok legio kami dan secara ajaib semua anggota aktif legio HMTB berkumpul untuk ikut rapat bersama; bahkan eks anggota juga turut hadir meramaikan rapat legio pada minggu ini. Puji Tuhan, saya merasa hal ini di luar akal saya dan semua karena campur tangan Tuhan sehingga semua hal ini dapat terjadi. Mungkin bagi orang lain hal ini adalah hal biasa-biasa saja; tapi buat saya; hal ini adalah mukjizat karena Tuhan menjawab doa saya dengan waktu dan prosesNya.

Yang ingin saya sampaikan adalah pekalah melihat kehadiran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari; karena Tuhan selalu menjawab doa-doa kita walaupun terkadang jawabanNya adalah "TIDAK". Doa merupakan sarana untuk merasakan mukjizat seperti yang telah saya alami.


Jangan berhenti berdoa, karena doa adalah nafas bagi orang yang percaya pada Yesus.

"Roma 12:12 Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa! "


"Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?" (Matius 12:48)

Ditulis Oleh: Irse Wilis


Kita dilahirkan di dunia ini tentunya memiliki anggota keluarga, entah itu ayah, ibu atau saudara-saudari kandung dan kerabat keluarga lainnya dari pihak bapak atau pihak ibu. Keluarga yang dimaksud adalah mereka yang memiliki hubungan darah dengan diri kita. Sewaktu hidup di dunia, Yesus juga memiliki anggota keluarga kandung dan kerabat keluarga lainnya. Tetapi mengapa pada Matius 12:46-50 perikop “Yesus dan sanak saudaraNya”; Yesus menampilkan kesan tidak sopan seolah-olah tidak menghargai kedatangan anggota keluargaNya yang berusaha menemui Dia? (Matius 12:46).

Setelah merenungkan perikop ini, saya menemukan hal menarik dalam perjalanan iman mengikuti Yesus. Dimana yang menjadi anggota keluarga Allah adalah lebih menekankan IMAN dan PERBUATAN yang sesuai dengan ajaran Yesus dibandingkan hubungan darah dengan anggota keluarga di dunia. Tuhan Yesus TIDAK mengajarkan untuk menjadi anak durhaka yang lupa akan keluarga, orangtua dan sanak saudara, karena Yesus sendiri sangat mengasihi keluargaNya, misalnya sewaktu mengadakan mukjizat pada pesta perkawinan di Kana dimana Yesus mengikuti kehendak ibu kandungNya.

Yang Tuhan Yesus inginkan adalah iman yang melebihi hubungan keluarga; dimaksudkan agar setiap insan lebih mengutamakan Tuhan dibandingkan kepentingan diri/atau keluarga yang bersangkutan. Contohnya: ketika seseorang ditugaskan untuk menjadi pemazmur pada perayaan Ekaristi, dan pada saat yang bersamaan ibunya meminta dia untuk mengantarkannya ke rumah saudara, maka “dia” haruslah lebih bijak dalam memilih hal terpenting bagi sesama.

Perlu dikaji, apakah ibu tersebut mengunjungi saudara hanya untuk ngobrol biasa atau ada tujuan penting lainnya? Apakah rencana tersebut tidak bisa digeser ke waktu lain sehingga jam pelayanan “dia” di gereja tidak terganggu? Apakah ada pihak yang menggantikan posisi pemazmur tersebut semisalnya “dia” tidak bertugas. Dan pertimbangan lainnya. Yang dalam hal ini tentunya harus lebih memilih kepentingan umat Tuhan dibandingkan kepentingan diri sendiri/keluarga.

Tuhan menginginkan setiap manusia menjadi beriman adalah bukan hanya sekedar menjadi pengagum yang tidak melaksanakan ajaran dan kehendakNya dalam hidup ini. Karena di zaman sekarang ini, santapan rohani sudah sangat berlimpah sementara pekerja di ladang Tuhan atau yang berbuat sesuai kehendakNya sangat sedikit bahkan nyaris habis. Dimanakah generasi penerus gereja? Yang harus meneruskan karya pelayanan Yesus bagi dunia ini? agar dunia selamat?

Renungkanlah perkataan Yesus tentang Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?" maka diharapkan setiap orang percaya pada Yesus kembali menjadi pelaku Firman dan menyadari perannya dalam tugas pewartaan kerajaan Allah dengan terlibat aktif dalam kegiatan yang ada di gereja paroki masing-masing.

Hal lainnya yang saya temukan dalam perkataan Yesus ini adalah: bahwa menjadi keluarga Allah adalah terbuka bagi semua orang dan tidak dibatasi oleh hubungan darah/ ras/ suku tertentu. Tuhan tidak terbatas sehingga tidak membatasi setiap insan untuk mendekat kepadaNya. Semua manusia diundang untuk menjadi warga kerajaan Allah namun hanya sedikit yang terpilih; karena untuk memasuki kerajaan Allah itu harus melalui pintu yang sempit dan sesak. (Matius 17:13: Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; Matius 17:14 karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya).

Setiap manusia terpanggil untuk memperoleh keselamatan, namun hanya sedikit yang memperolehnya karena hanya sedikit yang bertahan dalam iman dan pengharapan. Apakah Anda termasuk yang sedikit itu?

Kesimpulan: Menjadi pengikut Yesus adalah menjadi pelaku firman, meneladan hidup Yesus, bersahabat akrab dengan Yesus sehingga kita layak menjadi saudara-saudariNya dan layak menjadi ahli waris kerajaan Allah.

Kenangan Komuni Pertamaku

Ditulis Oleh: Irse Wilis


Membaca topik yang dilempar di grup tanggal 28 Mei 2016 yang lalu, ikut membangkitkan kenangan saya akan komuni pertama yang rasanya sudah sejak lama saya terima. Komuni pertama adalah saat pertama sekali menyambut Tubuh dan Darah Tuhan Yesus Kristus dalam rupa Hosti yang sudah diberkati.

Berhubung surat-surat saya banyak yang hilang akibat gempa tahun 2005 yang lalu, maka saya benaran lupa tanggal saat saya menerima Komuni Pertama. Yang saya ingat adalah Penerimaan komuni pertama terjadi sewaktu saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar, tepatnya sekitar kelas 4. Sebelum menerima Komuni Pertama banyak sekali persiapan yang harus dilakukan seperti pembelajaran dan termasuk menerima sakramen tobat.

Menghafal doa tobat adalah salah satu momen yang sangat mendebarkan. Jadi, selama ngaku dosa yang teringat adalah doa tobatnya, sementara dosa yang mau diakui terlupakan begitu saja karena sangat gugup, takut doa tobatnya terlupakan. Hahahaha :D

Kejadian lain yang saya ingat adalah saya begitu semangat untuk menerima Hosti Kudus yang sudah lama saya idam-idamkan. Sewaktu mama atau papa terima komuni, saya selalu minta bagian karena sangat penasaran, gimana sih rasanya tubuh Kristus? Apakah seperti daging ayam goreng kesukaanku? Atau seperti roti bakar manis kesukaanku? Begitulah anak-anak yang belum mengerti benar akan hakikat Hosti Kudus tersebut.

Mengingat masa kecil, membuat saya berfleksi sejenak betapa jauhnya perjalanan iman yang telah saya lalui. Dari yang dulunya tidak paham, kini semakin paham dan menghayati akan Hosti Kudus yang disambut setiap kali mengikuti perayaan Ekaristi Kudus. Keinginan saya untuk menerima Hosti Kudus bagaikan minum air setiap harinya dimana ketika dalam sepekan tidak mengadakan perayaan Ekaristi, rasanya seperti dehidrasi dan kosong. Tapi, ketika mengikuti perayaan Ekaristi, menyambut tubuh Tuhan dan menghayati misteri wafat dan kebangkitanNya, semakin mampu menguatkan kaki saya yang kadang letih untuk melangkah maju.

Begitulah secuil kisah komuni pertama saya dan kesaksian iman saya tentang tubuh Kristus yang beneran sanggup memulihkan keadaan buruk sekalipun. Karena sesaat setelah tubuh Kristus masuk ke tubuh jasmani saya, maka saya merasa dikuatkan, semangat Kristus membakar semangat pelayanan dan rela berkorban dalam diri saya, kasih Kristus membakar saya untuk semakin mengasihi kehidupan, sesama dan alam sekitar, begitu banyak keajaiban yang saya dapatkan dari Hosti Kudus kecil yang bagi orang yang tidak mengimaninya hanyalah sekeping roti hambar yang tidak mengenyangkan.

Jika, Hosti Kudus tidak memiliki khasiat apa-apa di dalam diri seseorang, apakah itu salah Hosti? Menurut saya sih enggak! Karena kasih Allah merata bagi semua manusia. Reaksi/Iman manusialah yang menentukan terjadinya mukjizat atau tidak dibalik sekeping roti kecil tersebut. Jadi, alangkah mirisnya jika mendengar sesama katolik yang mengimani Hosti tersebut sebagai roti biasa. Karena imannya-Lah yang menentukan Hosti tersebut berkhasiat untuk mendatangkan mukjizat seperti kekuatan, kesembuhan, pemulihan, dan sebagainya.

Merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus tanggal 29 Mei 2016 yang lalu selain mengingatkan saya akan masa penerimaan Komuni Pertama, juga sebagai momen untuk bersyukur lebih dalam lagi tentang kasih Tuhan yang sungguh nyata hadir dalam Hosti Kudus yang saya terima setiap merayakan perayaan Ekaristi. Saya merasa sebagai manusia yang beruntung yang memiliki Tuhan yang rela datang ke dalam hidup saya dan memulihkan saya lewat Hosti Kudus yang selalu saya sambut setiap merayakan perayaan Ekaristi.


Bagi saya, hosti kudus adalah benar-benar tubuh dan darah Tuhan dan bukan hanya simbol untuk mengenangkan sesuatu. Ayat berikut adalah kutipan ucapan Yesus yang menegaskan sendiri bahwa roti yang dipecah-pecahkanNya adalah tubuhNya sendiri, dan BUKAN simbol dari tubuhNya.

1Korintus 11:24: dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!"



Analogi Tirai Jendela & Tanggul

Ditulis Oleh: Irse Wilis


Kamarku memiliki sebuah jendela yang akan selalu mendapat sinar matahari ketika pagi hari telah menyapa. Jika cuaca sedang terik, biasanya cahaya matahari akan memasuki ruangan kamarku, tentunya setelah tirai jendelanya di buka. Jika tidak dibuka, maka sinar matahari tidak akan mampu menembus ruangan kamarku karena terhalang oleh tirai tersebut.

Demikian juga sebuah hati yang tertutupi begitu banyak sampah. Entah itu sampah kebencian, kemarahan, kesedihan, kekecewaan, dan luka batin lainnya yang hanya berbentuk seperti kain pembatas/tirai yang menghalangi sinar kemuliaan Tuhan utk memasuki hati dan hidup kita.

Sebenarnya, kehidupan ini sarat dengan masalah dan cobaan bukanlah tanpa arti. Sama seperti emas yang membutuhkan api untuk memurnikan dirinya, demikianlah masalah atau cobaan menerpa manusia adalah untuk memurnikan cinta manusia kepada Tuhan, apakah manusia sungguh tergantung pada Tuhan? Atau malah cenderung tergantung pada kemampuan diri sendiri? Semua masalah dan cobaan tersebut adalah proses yang harus dihadapi untuk meraih mahkota surgawi.

Kain pembatas jendela di kamarku berwarna kuning keemasan, warna yang sangat ceria sebanding dengan paparan sinar matahari yang selalu menyentuhnya di setiap harinya. Kain pembatas jendela adalah alat yang berguna agar segala sesuatu yang terdapat di dalam ruangan, tidak dapat dilihat dari luar ruangan. Bisa dibayangkan bukan, jika harta karun seseorang dapat dilihat dengan jelas dari luar? maka akan menimbulkan keinginan pihak lain untuk memilikinya juga. Jadi, kain pembatas jendela tidak selalu berarti buruk, sama seperti hati seseorang yang tertutup karena sesuatu alasan, hal ini tidak dapat diartikan 100% salah/buruk, karena terkadang keadaan seseorang mengharuskan dia menutup diri dulu untuk mencegah kerusakan hati dan perasaan yang lebih parah.

Kain pembatas jendela tersebut juga mirip seperti sebuah tanggul. Ketika hati seseorang tertutup maka hal itu diperlukan untuk mencegah banjir, entah itu banjir amarah, banjir air mati, banjir kekecewaan, banjir sakit hati dan banjir bandang lainnya. Tanggul itu diperlukan untuk mencegah meluapnya banjir tersebut dan mencegah rembesan air kotor kemana-mana. 

Sama seperti sebuah tanggul yang tidak diperlukan setiap hari, karena tanggul lebih efektif dibutuhkan saat banjir/musim penghujan, demikianlah hati yang tertutup tidak diperlukan terus menerus. Ada saatnya, hati tersebut harus dibuka lebar untuk dapat merasakan rahmat Tuhan, untuk dapat dipulihkan dari luka batin, agar mampu mengalami kedewasaan iman. Tanpa pembukaan diri dan hati, maka mustahil kesembuhan akan diperoleh, mustahil mengalami perubahan ke arah yang lebih baik yang mampu mendekatkan seseorang dengan sumber kebahagiaan sejati.

Untuk itu, marilah pahami keadaan diri kita masing-masing, dan terlebih-lebih mereka yang sedang mengalami banjir bandang, agar selaku sesama saudara dalam iman, kita mampu mengingatkan sesama kita kapan perlu memakai tanggul, kapan perlu membuka tirai jendela dan kapan perlu menutupnya, karena kehidupan ini sungguh dinamis dan memerlukan penyesuaian diri yang terus menerus agar mampu bertahan sampai pertandingan akhir.

Cerita Tentang Ban yang Bocor

Ditulis Oleh: Irse Wilis


Kendaraan beroda dua, tiga atau empat tidak akan asing dengan kehadiran ban yang berada di sisi bawah sebuah kendaraan. Jika melihat sebuah ban, yang terlintas dalam pikiran adalah tentang sebuah karet yang berbentuk bulat dan menjadi salah satu sarana penting untuk mengerakkan suatu kendaraan. Tanpa kehadiran ban, maka kendaraan apapun akan teronggok diam dan merupakan pajangan semata.

Siang itu, ketika berjalan menuju tempat usaha bosku, ban motorku mendadak kempes. “Duh bakal telat nih untuk sampai ke toko bos” pikirku dalam hati. Sambil ngos-ngosan melawan panas terik di siang itu, aku mendorong motorku ke arah tukang tambal ban yang berada di seputaran Jl.Gajah Mada yang sedang ku lewati. Sesampainya di tempat tambal ban tersebut, aku pun duduk di dekat motorku, menunggu montir yang bekerja untuk menambal ban tersebut.

Selama di pinggir jalan raya tersebut, aku sibuk memperhatikan orang-orang yang lalu lalang dengan tidak sabaran. Terlihat juga beberapa pedagang buah yang sibuk berinteraksi dengan beberapa pembeli buah dipinggir jalan gajah mada tersebut. Teringat olehku akan penghasilanku yang tidak kunjung bertambah, ada rasa marah, kecewa dan kesal kepada bos di tempat aku bekerja saat ini. “Mengapa ya..orang kaya cenderung kikir dan menahan berkat buat sesama? Padahal karyawan juga merupakan asset yang harus dijaga perusahaan?” Demikian secuil isi pikiran yang menemaniku di siang itu.

Ban motorku yang sedang aku pandangi, memberi gambaran tentang kehidupan di dunia ini yang harus seimbang. Jika kehidupan seseorang diibaratkan dengan ban motor, maka jika ban tersebut terlalu penuh dengan angin maka motor tersebut akan gampang bocor akibat tekanan yang diterima dari luar begitu kuat, dan tekanan dari dalam juga begitu kuat menolak sehingga, sisi bagian dalam dari ban dalam akan menipis dan menjadi semakin menipis akibat perbedaan tekanan tersebut; yang pada akhirnya akan menimbulkan kebocoran dan kerusakan pada ban dalam tersebut.

Begitu juga dalam kehidupan ini, jika sesuatu masalah dipandang terlalu logis maka akan mengikis rasa percaya akan pertolongan Tuhan yang sungguh nyata lewat mukjizat yang tidak terduga; demikian sebaliknya jika suatu masalah terlalu dipandang dari sisi agama, maka akan menyurutkan semangat untuk maju yang di dukung oleh peningkatan ilmu pengetahuan dan motivasi untuk meraih kesuksesan. Masalah gaji di atas adalah sebuah contoh kecil yang kerap dialami karyawan yang sering menjadi bumerang bagi diri sendiri. Jika, seseorang terlalu logis menyikapi masalah tersebut maka, pintu untuk korupsi akan terbuka lebar, persaingan tidak sehatpun menjadi terbentuk, manusia mungkin bisa jadi, membenci Tuhan yang tidak adil dalam berkat yang diterimanya yang akhirnya menjauhkan manusia dari hakikatnya sebagai makhluk yang secitra dengan Allah. Sebaliknya, jika masalah gaji tersebut dipandang dari sisi agama maka seseorang tersebut akan cenderung pasrah dan tidak berusaha untuk mencari tempat kerja lain yang bisa mendukung peningkatan jenjang karirnya. Rasa syukur yang dibaluti dengan pasrah tapi tidak meningkatkan kemampuan diri sendiri adalah tindakan salah yang tidak rasional yang akan menjadikan seseorang tersebut menjadi pribadi pasif yang tidak kreatif dan dinamis.

Perlu keseimbangan antara intelektual dan rohani, agar tubuh, jiwa dan roh manusia berkembang dengan baik seturut dengan kehendak Allah. Tanpa keseimbangan diantaranya, maka kehidupan manusia sama seperti ban yang bisa rusak akibat tekanan berlebihan dari dalam atau luar ban tersebut.

Dalam kehidupan ini, jalan yang dilalui tidak selalu mulus, perlu tekanan angin yang pas agar ban dalam tidak gampang bocor; perlu keseimbangan intelektual dan rohani agar seorang manusia tahan terhadap berbagai guncangan yang mungkin akan timbul seiring berjalannya waktu.

Begitulah, hasil refleksi yang ku dapat dari tempat tambal ban di siang itu, yang menambah wawasan dan imanku tentang menjalani kehidupan ini.

Anak adalah Investasi

Ditulis Oleh: Irse Wilis 



Kalimat di atas adalah salah satu bagian dari topik obrolan kami di siang itu, tepatnya dengan istri abang sepupuku. Aku tidak ingat topik obrolan kami di siang itu tentang apa, tapi kalimat tersebut mengalir begitu saja dari mulut kakakku. Kalimat itu sungguh mengusik pikiranku ketika salah seorang teman baruku, tidak setuju dengan kalimat tersebut; berbanding terbalik dengan aku yang menganggap kalimat tersebut adalah hal yang masih masuk akal dan tidak berarti jelek.

Jika melihat background keluarga kami yang mayoritas pedagang dan sering berkutat dengan barang, uang dan perekonomian, adalah hal yang wajar untuk membicarakan suatu investasi. Namun, ketika anak dijadikan investasi, kalimatku itu sungguh mengusik teman baruku di grup WA yang baru aku ikuti, dimana dia tidak menyetujui kalimatku tersebut. Aku bisa mengerti ketidaksetujuannya, namun dalam hati dan pikiran terdalamanku, ketidaksetujuannya tersebut membuat suatu gejolak dalam batinku; ibarat gelombang air laut yang perlahan menghempas di dasar sanubariku.

Melihat defenisi investasi tersebut yang sangat identik dengan nilai ekonomi yang berhubungan dengan uang, hal ini dianggap sebagai suatu ajang mendukung penjualan manusia dimana manusia tersebut dilahirkan untuk dijadikan harta, yang kemudian di atur dan dikelola sedemikian rupa sehingga meningkatkan keuntungan bagi orangtua yang memiliki harta tersebut; dimana harta yang dimaksud adalah kehadiran anak dalam keluarga. Pikiran seperti inilah; yang mungkin muncul dalam benak teman baruku tersebut sehingga, dia tidak menyetujui kalimat aku diatas.

Hasil permenunganku tentang kalimat di atas menyadarkan aku betapa kompleksnya pengertian manusia terhadap satu kalimat. Karena pengertian seseorang terhadap suatu hal akan dipengaruhi oleh backgroundnya juga, misalnya: latar belakang pendidikan, agama, suku, kebudayaan dan lain-lain. Hal inilah yang memicu perbedaan pandangan di antara sesama manusia. Perbedaan tersebut adalah hal yang wajar, tidak untuk dipertentangkan, namun cukup dijadikan tambahan pengertian sehingga membuat pengertian kita terhadap sesuatu hal semakin kaya karena berasal dari sudut pandang yang berbeda-beda.

Bagi aku sendiri, anak adalah investasi artinya bahwa kehadiran anak merupakan suatu penanaman modal dalam kehidupan ini. Menanam modal sebagai tanggung jawab terhadap panggilan hidup berkeluarga yang harus menghasilkan buah. Anak adalah investasi juga dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan makna/nilai kehadiran anak dalam keluarga tersebut; yang membuat anak tersebut menjadi sangat berarti, sangat bernilai, sangat istimewa berbeda dengan jenis investasi lainnya. Sekalipun investasi ini unik, namun prinsipnya adalah sama dengan jenis investasi pada umumnya, yang harus dijaga dan dikelola dengan baik, untuk meningkatkan nilai dari harta tersebut. Hal ini TIDAK berarti untuk menjadikan anak sebagai barang atau robot yang harus di setting sedemikian rupa; karena jaga dan kelola yang aku maksud adalah membentuk anak menjadi pribadi yang mengenal penciptaNya yang merupakan sumber kekayaan sejati. Misalnya, menjaga perilaku anak sejak usia dini, dimana asupan hal positif sangat diperlukan agar si anak bertumbuh menjadi manusia seutuhnya. Ibarat tanaman yang harus dipupuk dengan rajin, diberi tanah yang baik dan gembur, serta disiram dengan rajin dan teratur, demikianlah maksud menjaga anak.

Sementara mengelola yang aku maksud adalah mengarahkan anak kepada sumber kehidupan sejati yang akan menjadikan anak sebagai manusia seutuhnya yang sadar akan panggilannya sebagai seorang manusia, sebagai laki-laki atau perempuan. Jadi menjaga dan mengelola bukan merupakan sistem pingitan yang membatasi ruang gerak anak, namun lebih kepada mendidik anak untuk menjadikan nilai kemanusiaannya semakin meningkat; yang pada akhirnya akan menguntungkan orangtua artinya membuat orang tua bangga dan bahagia.

Anak adalah investasi merupakan suatu bentuk realisasi tanggung jawab dari orang tua terhadap kehidupan pernikahannya; dimana masing-masing orangtua terpanggil untuk menjaga dan mengelola harta (anaknya) agar nilai dari harta tersebut semakin tinggi dan pada akhirnya akan menguntungkan orangtua juga. Sebagaimana investasi harus dijaga agar tidak sampai turun nilainya, demikian juga kehadiran anak dalam keluarga agar tidak menjadi beban, tidak menjadi masalah dalam kehidupan pernikahan sehingga orangtua sadar akan peranan dan tanggungjawab masing-masing sebagai seorang bapak atau ibu.

Namun, penting untuk mengingat bahwa anak adalah titipan Ilahi, hasil dari anugerah Tuhan dari pernikahan kedua orangtua sehingga orangtua TIDAK boleh seperti kacang yang lupa akan kulitnya, lupa akan Tuhan yang menciptakan manusia baru tersebut (anak). Jika, manusia tersebut ingat akan Tuhannya, maka tidak ada alasan bagi orangtua untuk mengekang buah hatinya sebagai harta yang harus dikuasai dan dikelola sendiri tanpa campur tangan Tuhan. Karena jika hal ini terjadi, maka kehidupan di keluarga tersebut dapat dipastikan tidak sehat dan akan membentuk anak-anak yang miskin cinta Tuhan, karena cinta yang diperoleh dari orang tua adalah miskin cinta Tuhan. Karena cinta Tuhan adalah cinta yang bebas, setia, total dan berbuah, dimana keempat prinsip ini harus ada dan menjadi satu kesatuan.

Bagi aku, anak adalah investasi adalah bagian dari perjalanan hidup ini dimana dalam kehidupan ini kita harus menghasilkan buah, dimana buah tersebut nampak dari hasil akhir investasi kita tersebut yang harus menghasilkan sesuatu yang baik bagi diri kita sendiri terlebih bagi lingkungan di sekitar kita. Jika buah pelayanan kita belum terlihat ke lingkungan luar, minimal buah tersebut dapat terlihat dari anggota keluarga kita yang semakin cinta Tuhan.

Mengapa cinta Tuhan merupakan tolak ukur kesuksesan investasi di dunia? Jawabnya, karena tanpa Tuhan dalam kehidupan ini, maka kehidupan ini tidak akan pernah ada artinya baik bagi diri sendiri atau bagi orang lain.

Yohanes 15:5 "Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa"







Analogi Charger

Ditulis Oleh: Irse Wilis
Jika memperhatikan sebuah charger, apa yang terlintas di benak Anda? Charger adalah sebuah perantara untuk mengantarkan arus listrik ke dalam tempat penyimpanan daya listrik yang disebut baterai. Tanpa Charger, mustahil sebuah baterai akan terisi daya listrik. Itulah sebabnya antara charger dan baterai adalah dua hal yang tak terpisahkan dan saling membutuhkan. Charger tanpa baterai ibarat barang rongsokan yang tidak ada fungsinya.

Jika diri kita dianalogikakan sebagai sebuah charger dan manusia lain sebagai baterai, maka kehidupan kita tidak akan ada artinya jika tidak bermanfaat/mendatangkan hal baik bagi sesama. Jika Tuhan dianalogikakan sebagai arus listrik, maka bagi charger (diri kita) atau baterai(orang lain) sangat membutuhkan arus listrik (Tuhan) tersebut agar dapat berfungsi dengan baik/mendatangkan kebaikan bagi sesama.

Jika baterai tidak mengandung arus listrik, apakah fungsinya bagi perangkat lain? Jika manusia tanpa Tuhan di dalam dirinya, bagaimana manusia tersebut dapat mendatangkan kebaikan bagi alam sekitarnya? Demikian juga jika charger, tidak melekat pada arus listrik, apa yang akan dialirkan charger tersebut? Manusia tanpa hubungan akrab dengan Tuhan/tidak terhubung dengan sumber arus listrik, tidak akan sanggup mengisi kebaikan dalam hidup orang lain artinya tidak akan sanggup membagikan cinta Tuhan karena dia sendiri tidak memiliki daya listrik(cinta Tuhan) dalam dirinya.
Sebagai charger yang adalah alat penyalur cinta Tuhan, setiap manusia hendaknya bertindak TIDAK berdasarkan kepentingannya. Dalam pelayanan di lingkungan gerejapun hendaknya selalu berdasarkan kehendak Tuhan, agar hasilnya nampak nyata dalam kehidupan yang lebih baik dari orang-orang yang ada di sekeliling yang menerima arus listrik (Cinta Tuhan) tersebut. Jika lingkungan sekitar tidak mengalami perubahan, maka perlu dipertanyakan apakah pelayanan tersebut murni karena kehendak Tuhan atau karena kepentingan pribadi seseorang?!.

Karena jika charger bertugas untuk menyalurkan daya listrik, maka daya baterai akan bertambah; sama seperti jika kita melakukan suatu misi dari Tuhan maka orang-orang di sekitar akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut memakan waktu dan proses yang tidak cepat, sama seperti baterai ketika di cash dengan charger tidak akan langsung 100% terisi dayanya, begitu juga dengan sebuah perubahan positif yang tidak akan seinstant makanan cepat saji, yang jika diseduh dengan air panas akan langsung berubah menjadi sebuah makanan.

Jika, charger telah berfungsi dengan baik, telah tersambung dengan arus yang tepat, tapi kapasitas baterai tidak bisa full, mungkin baterai tersebut tidak layak pakai alias sudah rusak; sama seperti suatu pelayanan yang tidak berhasil bukan karena kesalahan dari penyampai kabar baik, melainkan karena penerima berita baik tersebut adalah bukan berasal dari orang-orang pilihan Allah/bukan kawanan domba Allah. Dalam hal ini, kita tidak perlu berkecil hati dan teruslah berseru kepada Tuhan agar mencurahkan kerahimanNya pada orang yang bersangkutan; namun jika masih tidak berhasil juga maka segeralah beralih ke baterai lain yang siap untuk diisi dayanya.

Demikianlah, antara charger, listrik dan baterai adalah tiga hal yang saling berkaitan dan tak dapat dipisahkan untuk menghasilkan manfaat bagi perangkat lain, bagi dunia dimana kita berada saat ini.