Analogi Charger

Ditulis Oleh: Irse Wilis
Jika memperhatikan sebuah charger, apa yang terlintas di benak Anda? Charger adalah sebuah perantara untuk mengantarkan arus listrik ke dalam tempat penyimpanan daya listrik yang disebut baterai. Tanpa Charger, mustahil sebuah baterai akan terisi daya listrik. Itulah sebabnya antara charger dan baterai adalah dua hal yang tak terpisahkan dan saling membutuhkan. Charger tanpa baterai ibarat barang rongsokan yang tidak ada fungsinya.

Jika diri kita dianalogikakan sebagai sebuah charger dan manusia lain sebagai baterai, maka kehidupan kita tidak akan ada artinya jika tidak bermanfaat/mendatangkan hal baik bagi sesama. Jika Tuhan dianalogikakan sebagai arus listrik, maka bagi charger (diri kita) atau baterai(orang lain) sangat membutuhkan arus listrik (Tuhan) tersebut agar dapat berfungsi dengan baik/mendatangkan kebaikan bagi sesama.

Jika baterai tidak mengandung arus listrik, apakah fungsinya bagi perangkat lain? Jika manusia tanpa Tuhan di dalam dirinya, bagaimana manusia tersebut dapat mendatangkan kebaikan bagi alam sekitarnya? Demikian juga jika charger, tidak melekat pada arus listrik, apa yang akan dialirkan charger tersebut? Manusia tanpa hubungan akrab dengan Tuhan/tidak terhubung dengan sumber arus listrik, tidak akan sanggup mengisi kebaikan dalam hidup orang lain artinya tidak akan sanggup membagikan cinta Tuhan karena dia sendiri tidak memiliki daya listrik(cinta Tuhan) dalam dirinya.
Sebagai charger yang adalah alat penyalur cinta Tuhan, setiap manusia hendaknya bertindak TIDAK berdasarkan kepentingannya. Dalam pelayanan di lingkungan gerejapun hendaknya selalu berdasarkan kehendak Tuhan, agar hasilnya nampak nyata dalam kehidupan yang lebih baik dari orang-orang yang ada di sekeliling yang menerima arus listrik (Cinta Tuhan) tersebut. Jika lingkungan sekitar tidak mengalami perubahan, maka perlu dipertanyakan apakah pelayanan tersebut murni karena kehendak Tuhan atau karena kepentingan pribadi seseorang?!.

Karena jika charger bertugas untuk menyalurkan daya listrik, maka daya baterai akan bertambah; sama seperti jika kita melakukan suatu misi dari Tuhan maka orang-orang di sekitar akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut memakan waktu dan proses yang tidak cepat, sama seperti baterai ketika di cash dengan charger tidak akan langsung 100% terisi dayanya, begitu juga dengan sebuah perubahan positif yang tidak akan seinstant makanan cepat saji, yang jika diseduh dengan air panas akan langsung berubah menjadi sebuah makanan.

Jika, charger telah berfungsi dengan baik, telah tersambung dengan arus yang tepat, tapi kapasitas baterai tidak bisa full, mungkin baterai tersebut tidak layak pakai alias sudah rusak; sama seperti suatu pelayanan yang tidak berhasil bukan karena kesalahan dari penyampai kabar baik, melainkan karena penerima berita baik tersebut adalah bukan berasal dari orang-orang pilihan Allah/bukan kawanan domba Allah. Dalam hal ini, kita tidak perlu berkecil hati dan teruslah berseru kepada Tuhan agar mencurahkan kerahimanNya pada orang yang bersangkutan; namun jika masih tidak berhasil juga maka segeralah beralih ke baterai lain yang siap untuk diisi dayanya.

Demikianlah, antara charger, listrik dan baterai adalah tiga hal yang saling berkaitan dan tak dapat dipisahkan untuk menghasilkan manfaat bagi perangkat lain, bagi dunia dimana kita berada saat ini.

Dunia Suka Dibohongi, tapi Saya Tidak!

Ditulis Oleh: Irse Wilis
 
Apa sih pentingnya penampilan?
Apa sih pentingnya berpakaian mewah, rapi dan cantik?

Pengalaman hari ini mengajarkanku betapa pentingnya suatu penampilan. Hari ini aku mengalami dua kejadian yang sangat membuatku jengkel. Manusia yang ku jumpai beneran tidak seperti manusia seutuhnya dan cenderung melihat sesamanya secara objektif. Hal ini sungguh membuatku jengkel, karena respon "dia" terhadapku sangat tidak bersahabat, tidak profesional dan tidak manusiawi sekali.

Aku yang terbiasa dengan pakaian casual cenderung sepele dengan penampilan, tidak makeup, tidak pakai sepatu bermerek, dan tidak mengendarai mobil yang mewah. Malah mirip seorang sales dengan kaos oblong, celana jeans dan sandal gunung lengkap dengan jaket gombrong kesukaanku. Sales Counter di toko jam yang ku kunjungi siang ini sungguh tidak profesional dan menganggap sepele kehadiranku. Saat aku bertanya ini dan itu dengan ciri khas para penggila diskon yang suka barang murah, hal itu membuat "dia "semakin menyepelekanku. Jam telah menunjukkan hampir jam 12 siang dan hal itu membuat cacingku berdemo ria sehingga membuat emosiku menjadi tidak stabil.

Adapun percakapan kami di siang tadi, sebagai berikut:
 "Kak, jam yang lagi promo di deal medan, barangnya apa ada di sini?", tanyaku. Dengan sedikit malas kakak itu menuju counter jam POLICE incaranku. "Yang mana kak jam yang kamu maksud?" dia balik bertanya padaku. "Aduh, sebentar ya aku buka hp dulu karena aku lupa-lupa ingat bentuk dan model jamnya" sambil berusaha membuka hp. Tiba-tiba seorang rekannya datang dan mencari sesuatu. "Dia" bertanya ke rekannya tersebut dan kemudian dia paham akan jam yang ku maksud. "Dia" menunjukkan jam tersebut padaku. Lantas aku bilang "keluarin dong, aku kan mau lihat barangnya, kalo aku suka jamnya; hari ini langsung ku beli" seruku masih dengan antusias. Disaat itu, ekspresi wajahnya sudah berubah entah karena lapar atau karena malas atau entah lah.

Aku memperhatikan dengan detail jam tersebut, sepertinya barang pajangan dan aku mau yang lebih baru lagi. Lantas aku bertanya "Apa ada barang lainnya?" tanpa menjelaskan maksud pertanyaanku. "Dia" mulai gusar dan menjawab dengan ketus "barangnya cuman itu kak" jawabnya dengan nada tinggi. "Kalo yang ini, aku gak mau" jawabku. "Masa kalian cuman punya satu stok aja? sementara ini lagi promo loh, dan pasti banyak peminatnya" sambungku. " Tidak ada kak" jawabnya dengan malas dan masih dengan nada tinggi. "Selain jam ini, ada lagi gak? jam police yang promonya mirip dengan jam police yang ada di deal medan?" tanyaku berusaha mencari tau manatau ada jam police tipe lain yang lebih kece dan murah. "Kakak lihat sendiri kan di website deal medan kan hanya satu jenis ini yang promo, yang lain tidak ada" jawabnya ketus. Dalam hitungan detik, tensiku langsung naik dan mengembalikan jam yang hampir ku beli itu sambil berkata "cara ngomongmu gak enak kali, ini lah jamnya, gak jadi ku beli" jawabku dengan suara yang bergetar. Bergetar karena aku menjaga supaya tidak lepas kendali; karena kalau lepas kendali, nanti pasti bisa heboh karena aku bisa ngomong sekasar-kasarnya yang bisa melukai harga dirinya. Makanya, aku coba redam amarahku dan berlalu pergi dan segera menyelesaikan transaksiku di deal medan yang kantornya terletak di  situ juga.

Pembicaraan kami tadi, tidak sesingkat seperti yang ku tuliskan di tulisanku ini. Ada kata-kata dan bahasa tubuhnya yang menganggap aku hanya pembeli bohongan. Mungkin karena penampilanku yang biasa-biasa ini , dia menyepelekan kemampuan daya beliku. Dan sebagai balasannya, aku tidak memaki "dia", aku tidak melaporkan "dia" ke bosnya, cukuplah aku tidak belanja di tempat "dia" yang tidak menghormatiku sebagai calon pembeli.

Dalam dunia bisnis, penampilan selalu nomor satu. Tak peduli, apakah yang wah itu belanja dengan kartu kredit atas namanya sendiri atau dengan kartu kredit atas nama orang lain. Sebenarnya tidak salah jika memperhatikan seseorang dari penampilan; yang salah adalah ketika kita menjudge seseorang dari penampilannya. Karena seseorang yang mampu tidak selalu berpakaian wah dan seseorang yang wah tidak selalu mampu membeli dengan kemampuannya sendiri. Dunia penuh dengan kebohongan dan manusia suka sekali dibohongi terutama di bohongi oleh penampilan. Ini pelajaran berharga buatku, untuk tidak menjadi seperti "dia" agar bisnis apapun yang ku jalani menjadi berkat bagi orang lain, alias berdampak baik bagi sesama dan bukan malah memperburuk keadaan/suasana hati orang lain.

Aku membalas tindakan buruk "dia" dengan belanja di tempat lain yang lebih profesional melayani calon pembeli; sekalipun calon pembelinya bertampang gembel seperti aku. Kalau mereka jeli sedikit memperhatikan barang-barang yang ku pakai; itu tidak semurah pikiran mereka dan aku selalu membeli dengan tunai dan tanpa kredit. Bukan untuk pamer, tapi cukuplah "dia" yang mirip dengan siapapun di dunia maya yang luas ini berhenti untuk menjudge seseorang dari penampilan dan belajarnya menjadi ramah, menjadi manusiawi yang penuh cinta, damai dan toleransi dengan manusia dalam bentuk apapun.

Kejadian kedua adalah Bank yang tidak perlu ku sebutkan namanya, dimana prosedur dalam bank itu terkesan bertele-tele dan tidak masuk akal dan sungguh memancingku untuk berbohong soal identitas, namun dasar orang jujur yang gak pandai nipu, dengan polosnya aku jawab rekening tujuan tempat duit setoranku siang ini adalah bukan milikku; dan dengan tegasnya mereka menyuruh mengisi formulir dan macam-macam deh. Niat baikku untuk membantu temanku untuk setor duit nyaris luntur, namun ku pertahankan demi pencapaian misi di siang ini. Bela-belain deh ngisi formulir, tidak cetak buku tabungan, dan bayar parkir mahal walau duit yang disetor cuman sejuta doang.

Inilah efek pencucian uang yang berimbas ke orang kecil seperti aku, yang dicurigai maksud dan setoran duitnya di siang ini. Kadang peraturan yang dibuat manusia sungguh tidak efektif dan efisien sehingga membuat orang-orang kecil khususnya aku, jadi malas nabung di bank yang punya segudang peraturan yang memusingkan seperti bank yang ku kunjungi di siang ini.

Peraturan ada untuk dilanggar, itu terjadi jika peraturan tersebut tidak tepat sasaran; seperti yang ku rasakan siang ini yang nyaris membuat aku menjadi pembohong, tapi untunglah suara hatiku lebih kuat dibanding logikaku. 

Kejadian hari ini, sungguh merupakan gambaran dunia yang sudah sangat jahat dengan pola perilaku yang menyusahkan orang lain; semoga semakin banyak manusia, jujur, bijak dan pemberani seperti Gubernur DKI Ahok, yang bisa menjadi contoh dan teladan nyata dalam dunia di zaman sekarang ini.

Don't judge by cover &
Buatlah peraturan yang tepat sasaran

Itulah dua pesan yang ku dapat lewat kejadian yang ku alami di siang ini.



Sosok Kartini yang Nyata Dalam Kehidupanku

Ditulis Oleh: Irse Wilis
 
Ada sebuah lagu yang selalu berhasil membuat aku menangis. Karena di lagu ini, aku masih mendengar suara almh mamaku dengan sangat jelas, dengan suara yang pas-pasan tapi ekspresinya begitu tenang, begitu indah sebagai seorang perempuan dengan beban yang tidak biasa. Lagunya adalah: Ku mau cinta Yesus, selamanya... Ku mau cinta Yesus selamanya... meskipun badai silih berganti dalam hidupku, ku tetap cinta Yesus selamanya.

Seperti siang ini, disaat aku yang begitu mencintai kesunyian tiba-tiba memutar musik dari hpku dan mendengar lagu tersebut, dan bisa ditebak! aku menangis lagi..! Aku merasa begitu rindu dengan sosok beliau, "duh beginikah cara orang meninggal menyampaikan salam rindunya dengan cara yang tiba-tiba?!" pikirku dalam hati. Aku hanya bisa berdoa untuk beliau semoga tenang dan damai bersama Yesus yang dicintainya.

Di hari Kartini ini, sebenarnya tidak ada yang begitu spesial sampai lagu itu memberikan kesan spesial di hati dan pikiranku. Teringat sosok perempuan yang mengajariku banyak hal tentang iman dan tentang kehidupan ini. Mama seorang yang tidak tamat SD tapi mampu mengejar mimpinya menjadi orang  yang sukses. Darinya aku belajar tentang keteguhan dan kesetiaan serta tanggung jawab dan tentang Tuhan yang dia sembah.

Tak bisa dipungkiri, kalau sejarah kehidupan imanku dimulai dari baptisan bayi saat aku belum mengerti apa-apa. Namun, seiring berjalannya waktu; cerita tentang Yesus yang ku dengar di sekolah minggu, dan di gereja serta yang ku baca dari buku cerita Alkitab anak yang diberikan papa; terjelma nyata lewat sosok yang begitu penuh kasih, murah hati dan ramah, dia adalah mamaku. Mamaku begitu mengimani Yesus, dia menjadi teladanku dalam menjalani hidup ini. Salah satu contoh teladan sederhana yang diajarkannya adalah membiasakan diri berdoa, sebelum memulai aktivitas dan setelah mengakhiri hari sebagai ritual kebersamaan kami berdua. Ya, cuman kami berdua yang sangat mencintai rutinitas sebagai sesuatu yang menghidupkan, sama seperti makan yang merupakan rutinitas untuk tetap bertahan dalam menjalani kehidupan yang tidak gampang ini.

Apakah iman hanya rutinitas belaka? Perjalanan hidup menunjukkan betapa rutinitas itu membuat dia mampu melewati setiap masalah dengan kacamata iman, dengan berdoa, dengan sharing bersama kakak rohaninya, dengan mempersembahkan penderitaannya lewat persembahan kasih dan pelayanan. Dari rutinitas tersebut, timbul kebiasaan yang baik, yang perlahan menimbulkan kecintaan dan akhirnya pengharapan dalam penantian akan keselamatan yang dijanjikan oleh Dia; yang memberi harapan keselamatan kekal bagi yang percaya padaNya.

Mamaku adalah sosok Kartini yang nyata dalam kehidupanku karena dia, memberi contoh tentang keteguhan sekalipun badai yang dilaluinya sangat menguras tenaga, hati, pikiran dan tubuhnya. Hanya iman, kasih dan harapan pada Yesus yang mampu membuat dia bertahan pada pernikahannya; yang membuat dia sadar akan perannya sebagai istri sampai akhir perjalanannya di dunia ini. Darinya, aku belajar tentang pelangi setelah hujan, tentang Tuhan yang tidak terlihat namun dapat dirasakan kehadiranNya, tentang perjuangan sebagai manusia yang harus mandiri dan tidak menjadi beban bagi orang lain, dan masih banyak hal lainnya yang tidak mungkin ku sebutkan satu per satu. Mama, telah memulai pendidikan dasar kehidupan dan iman sejak aku masih anak-anak. Dan itu, sungguh membekaliku dalam perjalanan kehidupan ini, sekalipun tanpa kehadiran fisik yang nyata darinya.

Mama sama seperti perempuan lainnya yang memiliki fisik yang lemah dan terbatas, tapi merupakan pejuang yang tangguh dalam kehidupan ini. Banyak kisah perempuan tangguh lainnya yang bisa digoogling sendiri sebagai pembuktian akan ketangguhan para perempuan; yang tujuannya bukan untuk merendahkan lelaki tapi, sekedar mengingatkan kembali bahwa perempuan adalah bagian dari lelaki yang harus dijaga dan dikasihi.

Semoga para perempuan menyadari akan kodratnya dan berusaha tetap setia dan teguh pada perannya, entah sebagai ibu rumah tangga, mama mertua, mama kandung, kakak, saudari, adik dan lain-lain. Kalian adalah sumber inspirasi bagi mereka yang mengagumi kalian secara diam-diam, sama seperti aku yang begitu mengagumi ibu yang telah melahirkanku di dunia ini.

Sekalipun tubuh tak dapat bertemu, tapi aku percaya jiwa kami dapat bertemu dalam doa pada Tuhan yang kami imani bersama.

Terimakasih mama, terimasih atas segala cintamu padaku

Selamat Hari Kartini bagi para perempuan di seluruh dunia, tetaplah menjadi perempuan seutuhnya dan tetaplah kuat

Modesty/Kesopanan

Ditulis Oleh: Irse Wilis
 
Ketika trend fashion sudah semakin trendy, hal ini ikut mempengaruhi kebiasaan berpakaian manusia di zaman sekarang ini yang lebih menyukai pakaian yang lebih terbuka. Bagi kebanyakan manusia yang hidup di zaman ini, memperlihatkan sebagian dari bagian tubuh adalah hal yang indah dan termasuk dalam seni atau trend fashion yang harus diikuti. Namun, menurut gereja Katolik hal berbusana seperti ini adalah tidak pantas dan tidak layak. Alasannya:

Katekismus Gereja Katolik : 2521,2522
2521 : Kemurnian menuntut sikap yang sopan. Ini adalah bagian hakiki dari pengekangan diri. Sikap yang sopan memelihara hal-hal pribadi manusia. Ia menolak membuka apa yang harus disembunyikan. Ia diarahkan kepada kemurnian yang perasaan halusnya ia nyatakan. Ia mengatur pandangan dan gerakan sesuai dengan martabat manusia dan hubungan di antara mereka.
2522 : Sikap sopan melindungi rahasia pribadi dan cinta kasihnya. Ia mengundang untuk bersabar dan mengekang diri dalam hubungan cinta kasih; ia menuntut, bahwa prasyarat-prasyarat untuk ikatan definitif dan penyerahan timbal balik dari suami dan isteri dipenuhi. Dalam sikap sopan itu termasuk pula kerendahan hati. Ia mempengaruhi pemilihan busana. Di mana ia mengira bahwa ada bahaya sikap ingin tahu yang tidak sehat, di sana ia berdiam diri dan bersikap hati-hati. Ia menjaga keintiman orang lain.

Ada sebuah opini yang pernah saya dengar tentang: “Pemerkosaan terjadi karena kesalahan pria dalam memandang pakaian wanita” Statement tersebut terkesan menghakimi kaum pria tanpa pernah berpikir realistis bahwa, siapapun itu akan dapat tergoda dan terangsang jika melihat sesuatu yang pribadi (sebagian dari bagian tubuh) di perlihatkan di hadapan publik. Jika tidak memiliki gejolak batin seperti itu, maka yang bersangkutan dapat dipertanyakan kenormalannya sebagai manusia, yang memang tercipta dengan gejolak birahi yang bisa timbul ketika melihat sesuatu yang pribadi seperti itu. Ingat kembali kisah Adam dan Hawa setelah diusir dari Taman Eden, disaat itulah manusia mulai memandang sesamanya dengan objektif. Jadi, pakaian yang dikenakan seseorang sangat menentukan respek manusia lainnya terhadap dia (dia yang berpakaian).

Jika masing-masing orang mengejar kemurnian dalam mencintai Tuhan, maka sudah seharusnya setiap orang menjaga kesopanan dalam berbusana. Karena martabat seseorang dapat dilihat dari penampilannya (pakaian yang di kenakannya) sehari-hari. Pakaian yang dikenakan seseorang menunjukkan betapa pentingnya melindungi bagian pribadi yang tidak seharusnya di pamer di hadapan publik; karena apabila sering dipamer seperti itu; dimana letak berharganya?

Manusia memiliki bagian-bagian pribadi yang sudah seharusnya dijaga dan dirawat dengan baik; sebagai bukti syukur kepada Pencipta yang telah menciptakannya dengan begitu sempurna. Berbusana yang sopan akan menghadirkan respek yang baik dari lawan jenis karena mereka mampu melihat kodrat dan martabat seseorang dari cara berbusana yang sopan.

Jadi, jika kita hendak mengurangi tingkat kejahatan maka sudah seharusnya setiap orang memilih untuk berpakaian yang sopan  agar masing-masing orang memancarkan nilai berharga yang dimilikinya lewat penampilannya setiap hari.

Berpakaian sopan tidak harus mengenakan pakaian branded, pakaian mewah dan mahal. Cukup kenakan pakaian yang nyaman dipakai dan sesuai dengan kodratnya serta tidak menonjolkan bagian tubuh yang pribadi; dengan demikian maka kesopanan dapat terpenuhi.

Allah Berbelas Kasih Namun Tidak Meniadakan Hukuman

Ditulis Oleh: Irse Wilis
 
Pagi ini, satu topik dari sebuah gambar yang dipostkan di sebuah grup dunia maya yang aku ikuti, menggelitik pikiranku. Kejadian nyata yang terjadi di Paroki Santo Antonius, Jl Hayam Wuruk Medan. Dimana beberapa pelaku adalah oknum dalam gereja yang melakukan tindakan yang salah tersebut. Ada beberapa komentar teman yang membela, ada yang menjudge, dan ada yang menceritakan kisah serupa yang terjadi di gereja dan paroki lainnya. 

Satu pendapat yang sungguh menggelitik pikiranku adalah tidak setuju jika pelaku menerima hukuman dari kepolisian setempat. Dari kejadian ini, dalam benakku timbul bayangan Allah yang berbelas kasih; dan hati serta pikiranku bertanya: "apakah kasih Allah tersebut akan meniadakan hukuman atas setiap dosa yang diperbuat manusia?" Menurut Kisah Ananias dan Safira dalam Kitab Suci, pada Kisah Para Rasul 5:1-11, kedua jemaat tersebut adalah bagian dalam persekutuan jemaat pada awal mulanya, tapi mereka melakukan dosa yang melawan kehendak Allah dengan berbohong atas penjualan tanah yang telah mereka lakukan, jika Allah berbelas kasih, mengapa mereka tidak dibiarkan hidup? Dan memulai hidup baru dengan tidak mengulangi kesalahan yang sama?

Beberapa tokoh di Alkitab juga mengalami hukuman dari Allah namun tidak sampai kehilangan nyawanya, contohnya Raja Daud. Raja Daud adalah orang yang sangat dikasihi Tuhan namun karena dosa mengambil istri saudaranya, Daud mengalami hukuman dari Allah, mulai dari kematian akan anak yang dikandung Batsyeba sampai kepada hidup dalam pelarian karena dikejar oleh musuh-musuhnya. Allah berbelas kasih dengan tidak mengambil nyawa Daud, dan menuntun Daud dan menguatkan Daud sehingga Daud dapat bermazmur bagi Tuhan, sekalipun dalam keadaan takut dan menderita.

Jadi, jangan salah kaprah dengan belas kasih dari Tuhan yang TIDAK berarti bahwa Tuhan meniadakan hukuman atas setiap perbuatan jahat yang telah dilakukan oleh manusia. Hukuman tetap diperlukan sebagai suatu sarana untuk mendewasakan kehidupan rohani manusia karena tanpa hukuman, manusia seperti anak manja yang tidak pernah merasa bersalah dan tidak pernah kapok ketika berbuat hal yang jahat, yang merugikan orang lain dan berdampak tidak baik bagi kesehatan jiwa dan rohaninya. Allah sungguh melimpahi kasihNya bagi manusia namun tidak meniadakan hukuman ketika manusia telah melakukan dosa.

Mungkin saja, hukuman itu terjadi untuk menyadarkan si pendosa untuk kembali ke jalan Allah, seperti hukuman yang dialami oleh Daud yang membuat dia kembali sadar akan dosanya, dan juga hukuman atas Ananias dan Safira yang menjadi pelajaran bagi jemaat yang lainnya untuk tidak melakukan tindakan dosa yang bertentangan dengan kehendak Allah. Demikianlah belas kasih Tuhan nampak dalam bentuk hukuman yang mendatangkan keselamatan bagi jiwa-jiwa umat lainnya yang mungkin sedang tergoda untuk melakukan hal yang jahat.

Tuhan maha pengampun dan tak pernah mengingat-ingat kesalahan kita dengan catatan, kehidupan baru telah kita mulai dan telah kita jalani. Jika hari ini tobat, besok kumat (tobat kumat=tomat) maka sesungguhnya hal itu sedang mempermainkan rahmat pengampunan dan belas kasih Tuhan yang pasti akan mendatangkan hukuman dan dosa yang lebih besar lagi.

Demikianlah menurut permenungan saya bahwa belas kasih Tuhan tidak meniadakan hukuman bagi para pendosa; mengenai kapan dan bagaimana bentuk hukumannya, hanya Tuhanlah yang mampu menjawabnya, biarlah yang salah tetap menjalani hukuman yang sudah sepatutnya dia terima, marilah mewujudkan belas kasih Tuhan dengan tidak menghina atau menyebar fitnah dan kebencian pada orang yang bersangkutan (pendosa).

Saya percaya, Tuhan akan mengampuninya dengan catatan kehidupan baru harus dimulai dan dijalani dengan taat dan setia.

Kisah Tamparan Pertamaku

Ditulis Oleh: Irse Wilis
 
Siang ini, ditemani hujan gerimis yang tak diundang dan udara sejuk yang menggoda, aku teringat sebuah kisah lama, yang terjadi pada suatu pagi di kelas 2A di salah satu Sekolah Menengah Pertama di kampungku, tempatku menuntut ilmu. Di pagi itu, sifat kepoku tak terbendung dan aku menjadi radio yang terus berbunyi di sepanjang jam pelajaran sejarah yang sedang berlangsung.

Aku dan teman baikku terlalu asik bercerita sampai tak sadar akan sorot mata pak guru yang sedang mengamatiku. Tiba-tiba sebuah kapur tulis mendarat tepat di kepalaku dan langsung menghentikan obrolan kami saat itu. Tiba-tiba darahku berdesir seperti baru selesai lomba lari. Dan tidak memerlukan waktu yang lama, aku segera di panggil ke depan kelas lantaran terlalu ribut dan mengganggu jam pelajaran tersebut. Sakitnya sih gak seberapa, tapi malunya itu loh...banget deh!. 

Aku mulai berdiri seperti orang bego di depan kelas, tak sanggup menatap wajah teman-teman yang sudah mulai memperhatikanku dan tak segan untuk menertawakanku. Tidak lama kemudian, setelah aku berdiri manis di depan kelas, teman baikku ke luar ruangan dengan alasan mau ke kamar mandi. Sesampainya di luar kelas, dengan bahasa tubuhnya dia mulai mengkode aku. Katanya: “Kasihan deh lu”, sambil menjulurkan lidah dan tertawa cekikikan. Aku yang gak tau diri (gak sadar sedang dihukum dan berada di depan kelas) terlalu terburu-buru menanggapi omongannya yang mengejek tersebut, lantas menanggapinya dengan bahasa tubuh yang hendak menjotos dia di saat jam istrahat nanti. Gerakan tubuhku di depan kelas tersebut, sontak menarik perhatian guru yang sedang mengajar di jam tersebut. Dia mendekatiku dan Plaaak...! sebuah tamparan keras mendarat di pipiku, membuat kulit pipiku menjadi merah merona seperti terkena blush on.

Aku yang merasa tak berdosa mulai terisak-isak di depan kelas disaksikan oleh teman-teman yang lain. Sebelum melanjutkan pengajarannya, pak guru sejarah itu menjelaskan dengan bijaksana mengapa dia menamparku saat itu. Aku yang penuh dengan amarah dan kesedihan tidak dapat menerima alasan apapun yang disampaikan oleh guru tersebut, dan berniat untuk melaporkan kejadian itu kepada Bapakku; dengan harapan guru tersebut mendapat teguran dari kepala sekolah terkait tindakan kekerasan yang dilakukannya padaku.

Aku tak bisa menghentikan air mataku dan masih terus menangis, lantaran ini adalah tamparan pertama yang mendarat di pipiku. Saat jam istrahat berdentang, aku masih harus menghadap Pak Guru di ruangan guru tempat markas besar para guru berkumpul. Aku diam seribu bahasa karena tidak menerima alasan apapun dari pak guru tersebut. Kejadian itu sungguh membekas dalam ingatanku dan membuatku selalu menjaga jarak dengan pak guru tersebut.

Teman baikku berusaha menghiburku dan menenangkanku yang ku balas dengan rajukan seolah-olah semua yang terjadi adalah karena kesalahannya. Di sisa akhir jam pelajaran pada hari itu, ku lewati dengan berdiam diri dan berpikir cara membalas dendam ke guru tersebut.

Tapi, dasar masih polos dan takut akan nilai jelek (takut nilai terancam ketika melaporkan guru tersebut) maka niatku untuk melapor ke Bapakku, batal ku laksanakan. Aku menyimpan kisah ini dan menikmati sendiri akibat ulah bodohku yang menjadi penyiar radio di saat jam pelajaran berlangsung.

Masa sekolah penuh dengan kenangan indah, walaupun kisah ini merupakan kejadian buruk bagiku namun, aku  mendapat suatu pelajaran berharga yaitu harus mampu menahan diri untuk tidak ribut dan menjadi pendengar yang baik, ketika guru sedang bercerita di depan kelas sekalipun dia adalah guru yang sangat membosankan. Daripada kena tamparan lagi...lebih baik aku belajar diam dan menghargai keberadaan orang lain terutama dia yang lebih tua dari aku.

Buat kamu yang suka ngomong tanpa kenal waktu, tempat dan keberadaan orang lain, hati-hatilah jangan sampai kena tamparan seperti yang pernah aku alami. Semua ada waktunya, termasuk ngomong tuh ada waktunya juga; jadi marilah belajar untuk menahan diri.

Analogi Rujak Dalam Kehidupan Manusia

Ditulis Oleh: Irse Wilis
 
Rujak adalah makanan yang pas jika dikonsumsi disaat hari terasa terik dan gerah. Rujak banyak jenisnya, namun jenis yang sangat familiar adalah rujak manis, dimana bumbunya terdiri dari kacang goreng, gula merah, buah sirsak, dan cabe rawit. Walaupun rujak banyak jenisnya, namun satu hal yang sama diantara semua jenis rujak ini adalah memiliki berbagai jenis buahan. Ada yang manis, seperti jambu, pepaya, semangka, melon dan ada yang asam seperti nenas, mangga, kendondong, belimbing, dan lain sebagainya.

Melihat seporsi rujak mengingatkan saya kepada sosok manusia yang memiliki banyak mood, perasaan, sikap dan sifat. Manusia tidak pernah sama, tidak pernah ada yang abadi dalam diri manusia karena semua yang ada dalam diri manusia cenderung dinamis dan berubah-ubah. Semenit bisa tertawa, menit berikutnya bisa marah dan menit berikutnya bisa bahagia lagi. Banyak kejadian yang terjadi dan bisa mengubah kondisi kejiwaan/perasaan seseorang.

Jika seorang manusia diibaratkan seperti sepiring rujak, berarti seorang manusia sudah seharusnya terdiri dari berbagai jenis sifat, sikap dan perilaku; dan hendaknya kita sebagai sesama manusia, mampu menikmati rujak tersebut (lebih toleran terhadap perbedaan yang ada). Karena, sama seperti sepiring rujak yang tidak akan enak jika terdiri dari satu jenis buah doang (misalkan buah manis doang), begitu juga seorang manusia yang tidak akan pernah manis (sikap/tindakan) selamanya. Ada saatnya, manusia menjadi sedih, gelisah, semangat, putus asa, bahagia, marah, kecewa, dan lain-lain. Sebagai bagian dalam masyarakat yang majemuk hendaknya perilaku orang lain, tidak menjadi bensin yang membakar habis semua kebaikan dalam diri kita.

Jangan biarkan keburukan orang lain mengotori niat baik kita untuk berteman dan bersosialisasi dengan siapapun. Marilah lebih toleran terhadap perbedaan sikap, sifat dan perilaku manusia lainnya; sebagai sebuah warna warni yang indah di dalam kehidupan ini.

Marilah menikmati sepiring rujak dengan berbagai rasa buah yang terkandung di dalamnya yang pastinya akan menambah kenikmatan, ketika bumbu rujaknya (kasih dalam diri kita) melimpah ruah dan menenggelamkan berbagai jenis rasa asam, manis, dan asin tersebut.

Ketelanjangan Asali (Original Nakedness)

Ditulis Oleh: Irse Wilis
 
Selain aspek kesendirian asali dan kebersatuan asali; manusia masih memiliki aspek ketiga sebagai akhir dari kisah penciptaan dalam kitab kejadian 2; dimana manusia memiliki aspek ketelanjangan asali. Kejadian 2:25: …Mereka, keduanya telanjang, manusia dan istrinya itu, tapi tidak merasa malu”.
Santo Yohanes Paulus 2 merefleksikan kata telanjang dan tidak merasa malu dan menemukan suatu pengertian baru tentang tubuh manusia yang sungguh agung dan ilahi. Tubuh manusia sangat indah dan berharga dimana manusia pada awalnya melihat sesamanya sebagai subjek, lebih melihat ke pribadi seorang manusia sehingga menjadikan keduanya tidak merasa malu.

Berbeda halnya jika manusia memandang sesamanya sebagai objek maka, pasti akan tersirat rasa malu karena salah satu pihak akan merasa dimanfaatkan dan dijadikan sebagai objek/alat pemuas nafsu bagi manusia lainnya. Manusia awalnya diciptakan tidak seperti itu, manusia awalnya diciptakan dengan sempurna dan mampu melihat manusia lainnya sebagai subjek; sehingga tidak ada perasaan malu karena keduanya sungguh memiliki pesona yang indah yang patut untuk disyukuri dan dihargai.

Namun, karena dosa yang dilakukan oleh manusia pertama; manusia pada zaman sekarang ini tidak mampu bersikap dan bertindak seperti aspek ketelanjangan asali ini. Setiap manusia selalu melihat objektif terhadap sesamanya, sehingga hal ini menimbulkan kejahatan serius dan membuat manusia gagal untuk menampilkan Allah dalam kehidupan sehari-hari.

Dosa membuat manusia melupakan aspek ketelanjangan asali, sehingga lewat teologi tubuh yang digagaskan oleh Santo Yohanes Paulus 2; manusia diharapkan kembali sadar akan hakikatnya sebagai manusia yang secitra dengan Allah, dan berusaha untuk memandang seseorang sebagai subjek dan bukan sebagai objek/barang. Sehingga diharapkan agar tubuh sesama dipandang sebagai sesuatu yang agung dan ilahi karena; merupakan cerminan kehadiran Allah di dunia ini.

Aspek ketelanjangan asali ini tidak membenarkan nudisme yang suka bertelanjang bulat di depan umum. Karena manusia zaman ini sudah tercemar dosa sehingga cenderung memandang sesama manusia sebagai objek, sehingga dengan budaya nudisme malah membuat dosa semakin bertambah banyak; karena tubuh tidak dihargai dan dicemarkan dengan dipertontonkan di hadapan publik seperti sesuatu yang tidak berharga.

Manusia awalnya adalah telanjang karena tidak tercemar dosa, berbeda dengan manusia setelah pengusiran dari taman Eden, dimana manusia sudah tercemar dosa, sehingga ketelanjangan setelah keberdosaan ini akan membuka pintu dosa lainnya (jika manusia tidak kembali ke aspek ketelanjangan asali). Kita yang hidup di zaman sekarang ini perlu menyadari akan aspek ketelanjangan asali untuk mencegah dan mengurangi dosa akibat penyalahgunaan tubuh manusia; sehingga setiap kita diharapkan mampu untuk melihat manusia lainnya sebagai pribadi yang memiliki Allah dalam dirinya masing-masing (memandang manusia sebagai subjek).

Demikianlah ketiga aspek dasar penciptaan manusia di dunia ini oleh Sang Pencipta (Allah) yang menjadikan manusia sungguh unik, berharga, agung dan ilahi sehingga, sudah sepantasnya untuk dicintai bukan untuk digunakan demi kepentingan diri sendiri.

Marilah menjadi manusia seutuhnya seperti rancangan yang telah ditetapkan Allah bagi diri kita masing-masing sebagai manusia yang memiliki tubuh.

Kebersatuan Asali (Original Unity)

Ditulis Oleh: Irse Wilis
 
Setelah Allah menempatkan manusia di tengah taman Firdaus tersebut, TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." (Kejadian 2:18). Ketika manusia melihat alam di sekitarnya dan tidak menemukan suatu makhluk yang sepadan dengan dia; Allah yang mengetahui isi hati manusia tersebut menjadikan penolong bagi manusia pertama tersebut. Mulai dari ayat 21-24 (Kejadian 2:21-24), diceritakan bagaimana manusia kedua tercipta dan merupakan bagian dari manusia yang pertama -> Kejadian 2:23" Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.".


Manusia pertama yang dinamakan Adam melihat manusia kedua tersebut sebagai seseorang yang memiliki pesona, dan mampu melengkapi kesendiriannya, sehingga pada Kejadian 2:24: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”. Karena rasa ketertarikan itu, maka Adam memiliki hasrat untuk bersatu dengan hawa sesuai dengan apa yang difirmankan Tuhan pada Kejadian 2:24.

Atas dasar kisah inilah, Santo Yohanes Paulus 2 menegaskan bahwa dalam diri manusia terdapat keinginan untuk bersatu dengan orang lain. Karena dalam kebersatuan tersebut manusia akan berhasil memperlihatkan apa yang tidak kelihatan; artinya manusia mampu menampilkan Allah ketika kedua manusia tersebut bersatu. Santo Yohanes Paulus II mengatakan: “…manusia menjadi sebuah gambar Allah baik dalam saat-saat kesendirian maupun dalam saat persatuan…” (TOB 9:3; 14 Nopember 1979).

Tidak ada seorang manusiapun yang mampu hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya; karena jika manusia terus menerus sendiri dan tidak bersosialisasi dengan manusia lainnya, maka dalam diri yang bersangkutan akan mengalami masalah yang berdampak pada pola perilaku yang tidak lazim; yang jauh dari karakter manusia awal; yang telah dirancang dan diciptakan Allah untuk hidup bersama dengan manusia lainnya.

Karena aspek kebersatuan asali inilah, makanya manusia senang dan selalu berhasrat untuk berkumpul dan bersama dengan manusia lainnya; karena lewat kebersamaan dan kebersatuan dengan orang lain, Allah sungguh hadir dan menjadi pemersatu diantaranya. Aspek kebersatuan asali juga erat kaitannya dalam hubungan persetubuhan antara pria dan wanita yang harus menghadirkan Allah; dengan cara menjadikan tindakan tersebut sebagai sesuatu yang kudus (sadar akan makna dan tujuan) dan bukan sebagai ajang untuk mengumbar nafsu.

Demikianlah aspek kebersatuan asali sebagai salah satu aspek dasar manusia dalam hidup di dunia ini; yang tidak pernah bisa sendiri dan cenderung memiliki ketertarikan untuk bersatu dan bersama dengan manusia lainnya.

Bersambung...ke aspek ketiga yaitu Ketelanjangan Asali...

Kesendirian Asali (Original Solitude)

Ditulis Oleh: Irse Wilis

Dalam Teologi Tubuh yang digagaskan oleh Santo Yohanes Paulus 2, memuat 3 aspek penting dalam diri seorang manusia yang menjadi dasar penciptaan manusia tersebut di dunia ini. Ketiga aspek yang dimaksud adalah kesendirian asali (original solitude), kebersatuan asali (original unity) dan ketelanjangan asali (original nakedness) [1].

Sebelum membahas ketiga aspek di atas, kita akan melihat bagaimana Santo Yohanes Paulus II pada awalnya; ketika membaca dan merenungkan Injil Matius 19:8 yang berbunyi: Kata Yesus kepada mereka: "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian”. Santo Yohanes Paulus II merenungkan tentang kalimat terakhir dari ayat tersebut, yang membawanya memasuki kisah penciptaan dunia pertama sekali untuk mencari tau apa arti sejak semula tidaklah demikian.

Dalam Kitab Kejadian pasal 1 dan 2 merupakan gambaran kisah penciptaan dunia pertama sekali oleh Allah yang maha Agung. Dalam dua versi kisah penciptaan tersebut, Santo Yohanes Paulus 2 melihat betapa sempurnanya hasil ciptaan Allah pada awal mulanya, sehingga benarlah yang Yesus katakan bahwa sejak semula tidaklah demikian. Mari kita lihat dan baca Kitab Kejadian pasal 1 (1:1-31) klik dan dilanjutkan pasal 2  (2:1-25) klik

Dalam pasal 1 dari Kitab Kejadian diceritakan tentang kisah penciptaan dunia dan segala isinya mulai dari hari pertama sampai hari yang terakhir. Pada ayat ke 27 (Kejadian 1:27), Allah mulai membentuk manusia secitra dengan Dia. Kisah penciptaan manusia lebih detail di jelaskan di pasal kedua dari Kitab Kejadian mulai dari Kejadian 2:7 “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” Manusia pertama kali dibentuk adalah seorang diri saja. Kemudian lanjut ke ayat berikutnya, dimana Allah menempatkan manusia pertama itu di tengah taman hasil ciptaanNya yang sempurna (Kejadian 2:15).

Pada bagian awal kisah penciptaan ini, Santo Yohanes Paulus 2 menangkap makna bahwa manusia memiliki aspek kesendirian asali dimana manusia itu diciptakan pertama sekali dalam keadaan sendiri dan istimewa, karena merupakan gambaran rupa Allah dan memiliki nafas kehidupan Allah dalam dirinya. Seorang manusia akan memiliki sisi kesendirian yang masih terbawa sampai saat ini, di dunia modern sekarang ini. Contohnya, seorang aktivis kampus yang gemar kegiatan sosial dan organisasi begitu menyukai kegiatan yang padat, aktif dan memiliki banyak teman akan membutuhkan suatu waktu dalam hidupnya, untuk menyendiri dan jauh dari kebisingan dan aktivitas rutinitasnya. Dalam diri manusia tersimpan sisi kesendirian yang erat kaitannya dengan aspek lahiriah yang merupakan dasar penciptaannya yang memang pada awalnya diciptakan sendiri.

Lebih jelasnya, dapat terlihat dalam diri seorang manusia yang terdampar di suatu pulau/tempat karena suatu bencana/kecelakaan, maka manusia tersebut akan mampu bertahan hidup sendiri karena dibekali dengan aspek kesendirian asali yang istimewa yang berbeda dibanding makhluk lainnya yang menjadikan manusia tersebut mampu bertahan hidup meskipun dalam keadaan seorang diri.

Dalam aspek pertama ini, Santo Yohanes Paulus 2 menemukan salah satu dasar manusia yang kiranya akan mampu membuat kita mengerti, mengapa dalam kehidupan ini terkadang kita merasa berada dalam kesendirian, menyukai kesendirian, yang semuanya itu pertanda bahwa diri kita sedang membutuhkan sesuatu untuk menghilangkan rasa kesendirian tersebut. Maka aspek kedua setelah kesendirian asali adalah kebersatuan asali.

Bersambung...

Sumber:
[1] Penjelasan ini disarikan dari buku Christopher West, Theology of The Body for Begginers. A Basic Introduction to Pope John Paul II’s Sexual Revolution, West Chester. PA: Ascension Press, 2004, hal. 19-30. Selain itu dari buku Deshi Ramadhani, SJ, Lihatlah Tubuhku, Membebaskan Seks Bersama Yohanes Paulus II, Yogyakarta: Kanisius, 2009, hal. 50-70

Beberapa Godaan Setan yang Sering Berkamuflase

Ditulis Oleh: Irse Wilis
 
Di zaman sekarang ini, kebanyakan godaan setan tidak dalam bentuk yang menakutkan seperti mitos dan film horor yang sering terlihat di tv. Godaan setan cenderung hadir dalam hal-hal yang tidak kita sadari, yang jelas merupakan penolakan kita terhadap undangan Allah.

Banyak orang yang sukses dan rajin menyumbang di dalam suatu lingkungan gereja bahkan, mereka rutin menyumbang sebagai ucapan syukur atas kemurahan Tuhan yang telah memberinya rezeki berlimpah. Tapi, ketika gereja memerlukan dana untuk suatu kegiatan tertentu misalnya bantuan dana untuk retret, seminar, pembangunan gereja, renovasi gereja, mereka pada umumnya sering lupa, kalaupun ada niat mau nyumbang; terselip juga keinginan untuk mendapat balasan seperti membeli kupon bazaar dimana, sebagian dana bazar tersebut akan disumbangkan untuk kegiatan tertentu. Hal ini, mengingatkan saya pada Markus 10:25 :"Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah"; hal ini dapat diartikan betapa terikatnya manusia tersebut kepada hartanya; yang menjadikannya hamba dari harta tersebut yang membuat dia, begitu menyayangi harta tersebut sehingga membuat dia sukar masuk ke dalam kerajaan surga.

Godaan lainnya adalah ketika seseorang telah menjadwalkan untuk mengikuti kegiatan ibadah namun pada hari h tiba-tiba yang bersangkutan kebanjiran job sehingga, dia lebih memilih menikmati berkat Tuhan dibandingkan mengucap syukur kepada si Pemberi berkat tersebut. Tuhan telah ditukar keberadaannya dengan segala aktivitas, kenikmatan atau kemewahan dunia.

Tanpa sadar manusia berulang kali menolak undangan Tuhan dalam bentuk undangan untuk doa bersama, doa lingkungan, perayaan Ekaristi/Misa, kegiatan krk, retret, seminar yang bertujuan untuk mendekatkan manusia dengan Sang Pencipta. Manusia lebih memilih kegiatan duniawi dibanding, berada dekat Tuhan dan menimba air kehidupan dari sumber Air kehidupan sejati.

Kepandaian manusia malah membuat manusia jatuh ke dalam kesombongan yang seolah-olah mampu membedakan panggilan surgawi dan panggilan duniawi, yang justru sering menjatuhkan manusia ke dalam tipu muslihat si jahat yang menyulap kegiatan duniawi seakan-akan menjadi kegiatan surgawi. Contohnya, ketika seorang anak sibuk dengan gadget ketika misa berlangsung, dengan tujuan agar update status untuk menegaskan yang bersangkutan sedang beribadah kepada Tuhan, dengan harapan orang muda lainnya dapat tergerak untuk misa bareng, atau mengikuti jejaknya yang teratur/rajin beribadah. Mungkin bagi dirinya, kegiatan promosi iman tersebut adalah baik adanya, karena bertujuan untuk mengajak rekan muda lainnya untuk ikut aktif dalam kegiatan gerejani namun, dia lupa bahwa dia sedang berada di rumah Tuhan yang kudus dan seharusnya jauh dari gadget yang dapat mengganggu kekhusyukan misa.

Contoh lainnya adalah, ketika seseorang sibuk mengadakan acara sosial untuk menjamu anak yatim atau orang kurang mampu lainnya. Bagi dia, kegiatan sosial ini adalah untuk kemuliaan Tuhan, namun disatu sisi dia enggan untuk terlibat dalam kegiatan gerejani yang juga membutuhkan tambahan dana dari umat yang berkecukupan. Disini, timbul tanda tanya yang besar apakah niat sesungguhnya dari kegiatan amal yang dilakukannya apakah murni untuk kemuliaan Tuhan, atau sekedar pamer bahwa yang bersangkutan peduli dengan kemanusiaan yang juga membutuhkan bantuan dana.
 
Godaan dari si jahat di zaman sekarang ini sungguh sangat cerdik dan menggoda. Kita sering tidak mampu membedakan yang mana yang merupakan kehendak Tuhan dan yang mana yang merupakan kehendak si jahat. Manusia sering jatuh ke dalam pencobaan lantaran terlalu mengandalkan diri sendiri dan lupa untuk menjalin persahabatan yang intim dengan Tuhan yang merupakan sumber kebijaksanaan. Akibatnya, manusia sering jatuh ke dalam kehendak setan/dunia dibandingkan dengan kehendak Tuhan.

Seperti nelayan yang sudah berteman akrab dengan keadaan laut, angin, kondisi kapal dan cuaca; hendaknya setiap manusia pekah terhadap tanda-tanda kehadiran Allah yang sering tersembunyi dalam diri orang miskin, rendah dan hina. Hendaknya, setiap orang percaya senantiasa menimba kasih Tuhan setiap harinya lewat ibadah harian, guna meningkatkan kepekaan hati nurani terhadap kehendak Tuhan sehingga, kita tidak gampang terkecoh dengan kehendak setan yang sungguh ingin memisahkan kita dari kasih Bapa di surga.

Terburu-Buru Menjalani Kehidupan - Part 2

Ditulis Oleh: Irse Wilis
 
Aktivitas selama masa sekolah selalu ngangenin. Dulu, sewaktu masih duduk di bangku sekolah, rasanya ingin sekali untuk cepat-cepat tamat dan menjadi seorang mahasiswa; karena dalam pikiranku: “menjadi seorang mahasiswa pasti menyenangkan karena sangat santai, tidak harus bangun pagi dan ngak perlu hafal satu buku untuk menjawab soal-soal ujian".

Sesampainya di bangku kuliah, rasanya penelitian ilmiah dan tugas akhir bagaikan batu berat yang harus di pikul untuk menyelesaikan studi di bangku kuliah. Rasanya seperti mayat hidup ketika harus menghadapi dosen penguji sewaktu meja hijau. Grogi yang dirasakan, nyaris bisa membuat lupa tentang tugas akhir yang disusun sendiri.

Dalam benakku, belajar adalah sesuatu yang membosankan, buku itu seperti sesuatu yang memuakkan yang enggan untuk di buka dan dipelajari kembali.

Kemalasan dan budaya terburu-buru pernah aku alami yang membuatku tak pernah sabaran dalam menunggu sebuah proses. Hal ini terus berlangsung bahkan di saat aku sudah dewasa dan memasuki dunia kerja. Aku ingin segala sesuatunya instan dan terjadi seperti kehendakku dan inilah yang menjadi batu sandungan buatku, sehingga aku harus ketinggalan kereta menuju kesuksesan seperti teman-teman seangkatanku.

Mungkin kesuksesan itu relatif tergantung dari cara pandang seseorang terhadap diri sendiri, tapi buatku sendiri sukses itu masih jauh karena aku perlu menyembuhkan diri dari budaya terburu-buru yang turut membentukku menjadi pribadi yang tidak tahan banting. Kemajuan teknologi belakangan ini juga turut mengambil peranan penting dalam menyebarluaskan budaya instan ini. Tanpa disadari, manusia sedang berjalan menuju budaya instan yang dapat merubah kepribadian seseorang menjadi agresif, iri hati, jahat, dan super duper egois.

Kebanyakan manusia enggan menaiki tangga untuk mencapai lantai atas. Maunya naik lift supaya cepat sampai. Kalau di bangunan tersebut ada lift,.. syukurlah! Tapi kalau tidak ada? Masa kita harus pindah rumah dan membuang kesempatan emas yang mungkin tersimpan di lantai atas bangunan tersebut...? Aku menyadari dulu, pernah melakukan banyak kesalahan karena menyia-nyiakan kesempatan untuk meraih kesuksesan dalam karir, dan saat ini aku hendak mengingatkan mereka yang sedang menuju lantai teratas dalam karir yang sedang dia bangun, untuk terus semangat dan bertahan sekalipun tantangan dan masalah sedang menumpuk.


Sukses itu ngak gampang dan perlu pengorbanan, dibutuhkan juga ketekunan dan keteguhan agar mampu bertahan dalam setiap badai yang dihadapi. Dan salah satu kiat untuk bertahan adalah keseimbangan dalam iman dan intelektual. Mengapa kita perlu iman yang terus bertumbuh? Jawabnya, agar intelektual yang kita miliki tidak menyesatkan kita dan membuat kita jauh dari kebahagiaan dan sukacita di balik kesuksesan. Karena salah satu kunci kebahagiaan adalah bersyukur dan bersyukur itu identik dan erat kaitannya dengan iman yang bertumbuh dan dewasa. Sementara, intelektual yang bertumbuh dan berkembang juga penting, karena tanpa ilmu pengetahuan maka mustahil untuk menciptakan inovasi dan kreatifitas yang terus berkembang dan maju.

Aku berdoa bagi kamu dan diriku sendiri yang sedang meraih tangga teratas dari sebuah kesempatan yang sedang kita jalani masing-masing; jangan berhenti melangkah, jangan berhenti berjuang dan bertindak, dan barengilah semuanya dengan iman pada Tuhan agar sekalipun tidak sukses dalam hal materi di dunia; setidaknya kita bisa sukses dalam meraih mahkota surgawi.

Mari kita berjuang !!!

Cerita-1 untuk Xinxin

Ditulis Oleh: Irse Wilis
 
07 Desember 2013, bayi mungil hadir di keluarga adikku tersayang. Seorang bayi perempuan yang sangat cantik. Aku ingat betul kesibukan menjelang kelahiran putri cantik ini. Menentukan nama dan tanggal kelahiran adalah hal yang paling membingungkan. Maklumlah, saya sendiri belum jadi seorang ibu yang tidak mengerti akan kehebohan mempersiapkan kelahiran seorang anak.

Xin Claire Brigitta Willis adalah nama putri cantik ini. Dia merupakan anak pertama dari adik kandungku, sehingga boleh lah saya memanggil dia anak. Heheheheh ^_^.  Anak cewek ini lahir dengan keadaan yang sangat kurus mirip seperti ibu kandungnya, memiliki kulit kemerahan yang bisa saya tebak bakalan putih minimal sawo mateng seperti kulit saya ketika dia beranjak dewasa nantinya.

Xinxin nama panggilannya. Ini adalah nama yang diberikan oleh mamanya, dan bapaknya memberi nama Claire dan ako nya memberi nama Brigitta. Jadi, Xinxin adalah anak kami bersama. ^_^.  Mungkin, Brigitta adalah nama yang tidak familiar, tidak terkenal dan susah disebut. Sayapun tidak tau mengapa mengusulkan nama ini, karena sebelumnya saya berpikir nama yang cocok adalah Jean atau Helena, nama yang sangat familiar dan gampang diingat.

Saya sangat jarang bertemu dengan Xinxin karena tempat kerja saya yang sekarang tidak memiliki sistem cuti. Kalau bisa, semua kalender adalah hitam alias gak ada liburnya. Tahun lalu, saya cuti 4 hari dan itupun masih kena marah bos seolah-olah karyawan tidak mempunyai hak untuk mengurus urusan pribadi. Ada-ada aja alasan orang kota dalam menilai karyawan, namun saya tidak mau menjudge bos saya karena dia berhak menentukan aturan ditempat saya bekerja kini.

Pertemuan terakhir dengan XinXin adalah bulan Mei 2015 lalu, saat transaksi penjualan tanah bokap yang diproses di Pulau Nias tercinta. Saat itu, Xinxin masih berumur kurang lebih 1,5 tahun. Usia yang sangat belia dengan gaya manja khasnya, dia tidak mendekatiku. Mungkin dia merasa asing dengan orang yang baru ditemuinya saat itu. Antara Xinxin dan ako tidak sering terjadi komunikasi lantaran omakbapaknya juga jarang menghubungi akonya.

Xinxin anak yang sangat cantik, manja dan terkadang mandiri. Bisa makan sendiri, minum susu sendiri, nonton sendiri dan main sendiri. Xinxin kecil sangat feminim yang menunjukkan sisi feminim yang tinggi dan semoga dapat diterapkan sebagai wanita seutuhnya ketika dia dewasa kelak.

Banyak harapan yang ku impikan pada Xinxin, makanya namanya selalu ku sebut disetiap doaku. Dia adalah sesuatu yang sangat berharga di dalam dunia ini yang menjadi semangat bukan hanya bagi omakbapaknya, tetapi untukku juga. Melihat Xinxin tumbuh dewasa adalah hal yang indah sekaligus tanggungjawab yang berat untuk menuntun dia dekat dengan Tuhan Yesus sebagai satu-satunya sumber harapan dan kekuatan dalam hidup di dunia ini.

Brigitta nama pelindung Xinxin ku harapkan menjadi inspirasi baginya untuk meneladan Santa Brigitta, yang saleh dan memiliki kerendahan hati, serta wajah yang selalu tersenyum meski kehidupan yang dilaluinya gak gampang. Biografi Santa Brigitta dapat dilihat pada link berikut: klik

Xinxin kecil yang terpisah jarak denganku selalu bertemu denganku dalam doa-doaku. Semoga anak ini menjadi sumber kegembiraan dan sukacita di tengah keluarga dan semoga bertumbuh menjadi anak yang cerdas secara intelektual dan spritual. Saya yakin, Tuhan akan menjaganya seperti Tuhan menjaga Santa Brigitta dari setiap kesulitan yang dilaluinya.

Xinxin kecil, jangan pernah lupa akan sejarahmu ^_^