Berkaca dari hubungan Kristus dan Gereja

Melihat kisah cinta di zaman sekarang ini kadang terasa miris sekali. Karena yang terlihat bukan cinta tapi nafsu yang mengikat. Nafsu yang memakai topeng cinta seolah-olah cinta itu seperti sebuah ajang pertemuan untuk berduaan, bercengkerama, dan melakukan hal-hal yang tidak biasa lainnya.
Mungkin pengaruh iklan juga sih, sehingga orang jadi terobsesi menginginkan kisah cinta seperti dalam film, melakukan suatu hal yang tidak biasa, untuk mendapatkan pengakuan seperti yang sering nampak dalam iklan produk yang berbau drama.

Cinta itu tidak segampang yang terlihat di film, tidak seindah seperti dalam cerita drama, tidak sesederhana pemikiran kita yang sering lupa akan kisah cinta sejati yaitu kisah cinta Kristus terhadap dunia. Cinta Kristus kepada dunia (gereja) ibarat cinta seorang laki-laki kepada perempuan. Dimana Kristus mengorbankan diri secara total, setia, bebas dan berbuah. Begitu pula gereja menjawab cinta Kristus secara total, setia, bebas dan berbuah yang akan saya uraikan sebagai berikut.

Ketika Kristus memberikan diriNya kepada manusia, Dia tidak setengah-setengah dalam menjalankan kehendak Bapa. Dia taat penuh sampai rela mengalami penyiksaan supaya umatNya selamat. Kristus bebas mencintai manusia dimana kasih Kristus tersebut tidak membeda-bedakan orang Yahudi, orang non Yahudi, orang bersunat atau tidak bersunat. Cinta Kristus bebas dan diterima oleh semua orang. Cinta Kristus setia tidak hanya berlaku pada zaman dulu saja, CintaNya nyata dan tetap ada sampai sekarang; dan buah cintaNya nampak dari perkembangan jemaatNya yang semakin hari semakin bertambah banyak.

Begitu juga dengan gereja yang sampai hari ini masih mencintai Kristus. Gereja mencintai Kristus secara total, dimana gereja memiliki ritual ritual untuk mengungkapkan cinta tersebut, seperti ekaristi, doa dan pujian pada Kristus, yang semua visi dan misi gereja hanya untuk kemuliaan Kristus. Gereja bebas mencintai Kristus seperti hadirnya kapel adorasi yang mendukung umat untuk berkontemplasi secara intim dengan Tuhan selama 24 jam tanpa batas, pelayanan gereja kepada kebutuhan umat entah dalam upacara pembaptisan, perminyakan orang sakit, sakramen tobat, dan lain-lain. Semuanya bebas dilakukan tanpa sembunyi-sembunyi untuk menunjukkan kasih gereja kepada Kristus sang mempelai agung. Gereja setia mengikuti Kristus, bahkan ketika gereja dihancurkan disana sini, namun gereja tetap ada, tetap percaya dan berpengharapan kepada kekasih yang tidak kelihatan ini namun nyata karyaNya dalam kehidupan gereja. Gereja berbuah dengan menghasilkan pelayanan sosial seperti bakti sosial, evangelisasi untuk mendukung pertumbuhan umat beriman demi kemuliaan Kristus sang mempelai sejati

Lihatlah! Cinta Kristus dan gereja. Kedua belah pihak saling memberi dan menerima. Memandang secara subjektif, tidak objektif yang artinya, tidak memanfaatkan pasangan (objektif). Kristus tidak pernah memanfaatkan gereja. Kristus mencintai gereja dan senantiasa membantu gereja disaat gereja butuh bantuan. Contoh: pengabulan doa, mukjizat dalam ekaristi, doa, pengusiran setan, dll. Dan begitu juga dengan gereja yang tidak menjadikan Kristus sebagai objek untuk mengabulkan keinginan gereja. Gereja memandang Kristus sebagai pemimpin yang mana gereja tidak akan bisa hidup tanpa pimpinan dari Suami sejati tersebut.

Dalam cinta tidak hanya menyangkut perasaan saja. Di dalam cinta ada tindakan yang menunjukkan kasih sejati, ada komitmen, ada kesediaan berkorban, lebih mementingkan kebahagiaan pasangan demi kebaikan bersama. Seperti kata Santo Yohanes Paulus II : “Love is not merely a feeling! It is an act of will that consists of preferring, in a constant manner, the good of others to the good of oneself (St. John Paul II) “.

Jadi, jika melihat gaya pacaran di zaman sekarang ini terlihat penyimpangan yang kerap membuat manusia jauh dari kebahagiaan. Cinta yang awalnya semanis madu berubah menjadi racun tak kala cinta yang objektif menghasilkan dosa yang mengikat dan menjauhkan manusia dari kebahagiaan yang sejati.
Cinta yang objektif yang sarat nafsu yang membuat suatu hubungan menjadi tidak sehat. Namun, ketika kita menerapkan prinsip cinta seperti gereja dan Kristus maka hubungan nafsu tidak akan berlaku karena kedua insan sadar betul ada Kristus yang harus dimuliakan di dalam setiap tingkah laku yang mereka perbuat.

Jadi, jika mau hubungan yang sehat dan langgeng, berkacalah pada hubungan cinta Kristus dan Gereja yang tidak lekang oleh waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar