Memahami, Mencari dan Menemukan Panggilan Hidup

 Ditulis Oleh: Irse Wilis
 
Pertanyaan-pertanyaan seperti, untuk apa kita hidup di dunia? Apa tujuan hidup kita? Mengapa aku tidak bahagia walau punya pacar yang nyaris sempurna? Mengapa aku begitu bergairah ketika melayani Tuhan dalam aktivitas pelayanan di gereja? Mengapa suara Tuhan begitu kuat terdengar ketika aku merasa jenuh dalam menjalani hidup ini?.  Pertanyaan-pertanyaan seperti itu sebenarnya sudah cukup untuk mengarahkan kita kepada pencarian panggilan hidup kita tuh sebenarnya apa?!
Jika melihat ke Kitab Kejadian pasal 1 dan 2 tentang penciptaan dunia dan segala isinya, kita akan diingatkan kembali akan hakikat manusia itu adalah untuk menerima cinta Tuhan. Apakah menerima cinta Tuhan hanya diperoleh dari sebuah perkawinan? Atau selibat awam? Atau selibat rohaniwan?

Ada sebuah cerita dari seorang teman yang tidak bisa saya sebutkan namanya, karena beliau berpesan demikian. Ceritanya seperti ini:
Dia adalah seorang pria tulen, hidup dalam keluarga menengah ke atas yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. Dalam masa mudanya, pria ini sudah merasakan panggilan Tuhan yang TIDAK disadarinya. Dalam hati kecilnya, dia suka berdoa Bapa Kami seperti yang pernah diajarkan mamanya, yang walaupun bukan aktivis gereja, namun tidak pernah lupa mengajarkan ajaran agama kepada anak-anaknya. Sebut saja, pria ini bernama Rio.
Rio kecil sudah dibekali dengan cerita Alkitab dalam bentuk buku bergambar yang diberikan ayahnya. Rio kecil sama seperti anak seusianya, sangat bandel, di gereja tidak pernah duduk diam, suka berkelahi dan tidak bisa diatur.
Singkat cerita, Rio beranjak remaja dan menjalani pacaran dengan beberapa perempuan. Rio yang tidak menyadari panggilan hidupnya terus menerus terseret ke dalam arus dunia dengan hidup sesuai pola dunia, dimana jika ngak punya cewek tuh katanya ngak gaul, ngak laku, ngak modal, dll; sebagai seorang lelaki kata-kata itu sungguh mengusik hatinya karena menyangkut harga diri.
Pacaran yang telah dijalanipun penuh suka dan duka dan tidak sertamerta mendatangkan bahagia seperti yang dirasakan oleh teman-teman seusianya yang saat itu berumur sekitar 16 tahun. Terkadang Rio sering bingung akan dirinya sendiri, mengapa dia tidak merasakan kepenuhan ketika berpacaran dengan perempuan. Sempat terpikir juga bahwa dia abnormal dan menyukai sesama jenis, tapi syukurlah dia tidak jatuh ke dalam pergaulan menyesatkan itu.
Rio menyukai perempuan, memiliki hasrat seksual pada perempuan, sama seperti laki-laki pada umumnya. Pacar Rio pun tidak sedikit, dia memiliki mantan yang lebih dari 5 orang dan semuanya cantik. Maklumlah, Rio mempunyai paras menawan dan tubuh atletis, sehingga tidak mengherankan jika orang mengira dia sebagai seorang gay.
Titik balik dalam hidup Rio adalah ketika dia bergabung bersama pdkk di sebuah kota besar, dimana sewaktu pdkk tersebut mengadakan sebuah retret dan Rio menjadi salah satu pesertanya. Rio merasakan sensasi luar biasa ketika berkumpul bersama teman-teman seiman dalam memuji dan memuliakan nama Tuhan di retret tersebut. Pembelajaran tentang teologi tubuh yang membahas tentang panggilan hidup sungguh menyentil hati sanubarinya yang paling dalam. Pelan-pelan dia mulai menggali kisah lama hidupnya, yang terasa kosong dan menjenuhkan. Kemudian, dia menyadari bahwa selama ini, dia belum berada di jalan yang pas sehingga kekosongan itu selalu dirasakannya. Padahal mantan ceweknya adalah orang baik semua loh, anak rumahan, aktif di gereja, cantik dan modis, tapi rasa bahagia yang penuh belum bisa dirasakannya.
Di retret itu, Rio mulai mempelajari dirinya dan keinginan tubuhnya. Materi-materi yang disampaikan sewaktu retret menuntun dia untuk memahami panggilan hidupnya dan berusaha terjun langsung ke dalam aktivitas panggilan hidup tersebut. Sekarang, Rio sedang aktif dalam sebuah komunitas dan sedang mempersiapkan diri untuk terjun sebagai selibat awam yang full time melayani Tuhan kemana saja Tuhan butuhkan.

Kisah Rio di atas adalah sebagian dari kisah anak muda yang masih berlangsung sampai sekarang ini. Banyak anak muda yang terseret dalam arus dunia saat ini yang membuat mereka semakin tidak bahagia, semakin tidak penuh dan tidak bebas dan tidak berbuah dalam menjalani hidup ini. Beberapa orang melangkah di jalan yang salah mengikuti arus dunia (seperti cerita Rio diatas), padahal sedari awal setiap orang telah ditetapkan untuk menerima cinta Tuhan dalam jalan yang berbeda.

Jika jalannya adalah dengan hidup berkeluarga, maka jalan untuk menuju perkawinan itu sudah mulai terasa sejak masih muda. Selalu ada hasrat untuk memiliki pasangan hidup, punya anak dan membangun keluarga. Sementara jalan lainnya, adalah sebagai awam yang tidak menikah dan melibatkan diri untuk mewartakan kabar baik Allah di dalam dunia ini. Mereka yang menempuh jalan ini adalah selibat awam yang membaktikan hidupnya untuk Tuhan, yang karyanya nyata dalam kerasulan yang dijalani setiap hari, entah lewat kesaksian hidup, aktif sebagai pengurus organisasi gereja, memiliki komunitas evangelisasi, dan lain-lain. Jalan ketiga lainnya adalah selibat religius yang 100% hidupnya hanya untuk Tuhan. Full time melayani Tuhan sesuai dengan visi dan misi ordo/tarekat tempat dia bergabung, mereka adalah para suster, pastor, frater, bruder, uskup, dll.

Sedari awal, hendaknya setiap manusia harus menyadari jalan yang harus dia tempuh supaya, arah tujuan akhirnya jelas dan tidak menyimpang. Karena jika menempuh jalan yang salah tentu tidak akan sampai kepada tujuan yang tepat. Setiap jalan harus dilalui bersama Yesus sang Guru, agar tidak keluar jalur dan menyimpang dari panggilan hidup yang sudah ditetapkan oleh Tuhan.
Contoh mereka yang salah jalan adalah: mereka yang terpanggil sebagai awam religius (berkeluarga) tapi memutuskan untuk menjadi pastor atau suster. Di tengah jalan, panggilan imamat mereka bisa saja berakhir karena hasrat untuk hidup berkeluarga semakin tinggi. Kesalahan mengenali diri sendiri adalah awal masalah yang akan membuat manusia keluar dari kebahagiaan yang telah diberikan Tuhan lewat cinta kasihNya yang nyata.

Makanya, sebagai manusia seutuhnya hendaknya mampu mengenali diri sendiri terlebih dahulu. Mengisi diri sendiri dengan cinta Ilahi agar sepanjang perjalanan hidup ini, tidak kekurangan cinta dan tidak kehilangan arah. Setiap manusia terpanggil untuk mendekatkan diri pada Tuhan, untuk menggali keinginan Tuhan dalam diri manusia tersebut. Karena hanya lewat hubungan yang intim dengan Tuhan, barulah kita mampu mengenali keinginan Tuhan dalam kehidupan kita sebagai manusia.

Tuhan bukannya tidak memberitahukan kita tentang panggilan hidup kita. Dia sudah memberitahukan kepada kita lewat tanda-tanda di sekitar kita, lewat keinginan/hasrat di dalam diri kita atau lewat kejadian di sekitar kita (nasehat, kesempatan, tempat, dll). Kitalah yang kurang pekah dengan suara Tuhan karena terlalu hanyut dalam rutinitas dunia yang membuat semuanya menjadi abu-abu. Untuk itu, sadarilah panggilan hidup kita apakah sebagai awam religius (berkeluarga), selibat awam, atau selibat rohaniwan yang semuanya dapat merasakan cinta Tuhan yang nyata dalam hubungannya dengan sesama ntah itu pasangan hidup, teman sekomunitas, teman seiman, atau manusia lainnya.

Marilah menjalani hidup ini sesuai dengan panggilan hidup yang telah ditetapkan Tuhan untuk setiap manusia.

Note:
Dasar Panggilan hidup berkeluarga Kejadian 1: 28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi
Dasar Panggilan hidup selibat: Matius 19:12 : Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar