Menjadi Seorang Katolik Yang Mengenal dan Memahami Katolik

 Ditulis Oleh: Irse Wilis
 
Mengenal hukum gereja katolik dan kekatolikan secara umum tidak melulu memisahkan saya dan kamu. Kamu yang saya maksud adalah mereka yang suka berpikir dan berpendapat bahwa saya lebih religius dibandingkan dengan mereka, sehingga saya bisa dikategorikan sebagai selibat religius alias suster.

Jika dianalogikakan dengan kewarganegaraan, menjadi seorang Katolik sama seperti menjadi warga negara Indonesia. Menjadi warga negara Indonesia, sudah pasti saya dan kamu semua, mengenal Indonesia tuh apa, hukumnya apa, budayanya seperti apa, orang-orangnya gimana. Apakah itu berarti kita harus mendalami hukum negara Indonesia barulah dikatakan sebagai orang Indonesia? Apakah kita harus menjadi antropolog barulah bisa dikatakan bahwa kita adalah orang Indonesia yang mengenal kebudayaan dan karakter manusia Indonesia? Apakah jika kita belajar PPKN/PMP waktu di sekolah dasar dulu, lantas kita sudah bisa dikategorikan ahli hukum/budaya Indonesia?

Menjadi seorang warga negara Indonesia pastilah sudah tau dasar-dasar negara kita tuh apa. Pancasila itu apa, minimal tau lah kapan Indonesia merdeka dan mengapa ada pemasangan bendera sewaktu tanggal 17 Agustus. Demikian juga menjadi seorang Katolik, minimal bisa menjawab mengapa Katolik itu ada tanda salib, mengapa setiap minggu menyantap Tubuh dan Darah Kristus, apa itu sakramen tobat, dll.

Jika seorang warga negara Indonesia lebih mengetahui sistem perpajakan di Indonesia lantaran pernah dibahas di salah satu mata kuliah sewaktu kuliah di jurusan Akuntansi, apakah seseorang tersebut layak disebut sebagai ahli pajak? Dan apakah keinginannya untuk mengetahui perpajakan itu TIDAK NORMAL lantaran tidak seperti orang Indonesia lainnya yang tidak mengerti pajak (khususnya mereka yang tinggal di perkampungan)?

Pertanyaan di atas jika dikaitkan dalam kehidupan sebagai jemaat di sebuah gereja khususnya Katolik, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa lebih mengenal gereja Katolik dan hukum Katolik secara umum adalah hal yang WAJAR dan sepatutnya diteladani, karena ada pepatah, tak kenal maka tak sayang, maka setiap orang Katolik harusnya mengenal tempat dimana dia berada, supaya bisa mencintai tempat dimana dia tinggal saat ini, dan kalo kita bayangkan, bagaimana seandainya jika setiap umat Katolik hanya sebagai Katolik KTP, sama seperti orang Indonesia tercatat di KTP tapi sama sekali buta soal Indonesia..? Bisa-bisa saat 17-Agustus tidak akan ada lagi perayaan apa-apa, karena setiap orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, atau setiap orang akan sembarangan dalam bertindak seolah-olah tidak ada hukum yang mengaturnya.

Mengenal dan mengerti kekatolikan bukan berarti menjadi seorang teolog atau filsuf. Inti dari kekatolikanlah yang perlu dipahami agar tidak mudah terseret oleh arus dunia yang sangat menggoda. Menjadi Katolik sejati BUKAN berarti menjadi fanatik dan menjadikan setiap orang menjadi katolik. Tuhan yang diimani oleh gereja Katolik adalah Tuhan yang pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setiaNya (Mazmur 145:8: “TUHAN itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya”), dimana hal-hal ekstrim yang tidak memancarkan kasih sudah bisa dipastikan adalah TIDAK SESUAI dengan ajaran dan ciri khas katolik.

Tuhan itu akan terpancar dengan sendirinya ketika seseorang mengimani ajaran yang dianutnya. Tidak perlu berdebat sana sini hanya untuk mempromosikan sesuatu, atau menghujat sana sini dengan sistem menghakimi yang subjektif,cintailah manusia dengan kasih yang tulus, murni dan mesra maka semuanya akan jadi persembahan yang berkenan bagi Allah.

Pertanyaan lain dari kamu yang sangat menggelitik pikiranku adalah: Apakah jika mengenal hukum, kenal dan memahami segala sesuatunya lantas menjadi jaminan bahwa aku tidak akan menyimpang dan tersesat?! Jawabku: coba analogikakan, kita berada dalam sebuah perahu dan tidak punya apa-apa, terdampar di laut yang luas dan tak terselami, tanpa kompas apakah kita bisa sampai pada tujuan? Tanpa memahami cara kerja kompas, apakah kompas itu akan berfungsi? Demikian juga dengan katolik dengan ajaran, hukum dan tradisinya sama seperti kompas tersebut.

Jadi, apabila dalam mengarungi samudera kehidupan yang luas ini tidak berpegang pada tuntunan yang ada, dapat dipastikan seseorang tersebut tidak akan sampai kepada tujuan. Mengetahui cara kerja kompas tidak menjadi jaminan keselamatan bagi orang tersebut KARENA keputusan dan tindakannyalah yang menentukan dia bisa sampai ke tujuan atau tidak.

Akhir kata, sebagai seorang manusia yang sama-sama berada dalam lingkungan gereja Katolik hendaknya saling mengingatkan, karena dengan sharing iman akan saling menambah pengetahuan dan iman, tanpa pengenalan akan Tuhan yang kita imani maka semua yang kita wartakan ibarat gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing, jadi percuma berbuat baik kalo baik yang kita lakukan tidak berdasarkan hukum tempat kita berada, karena kebaikan menurut pemikiran kita belum tentu baik yang sebenarnya.

Hidup adalah peperangan melawan yang jahat, maka sudah seharusnya kita memperlengkapi diri kita dengan senjata iman/perlengkapan senjata Allah (baca efesus Efesus 6:11-17,klik). Jangan mengandalkan diri sendiri dan kepandaian sebagai manusia karena, sebagai manusia kita adalah makhluk yang sangat terbatas, Allahlah yang memampukan kita mengarungi samudera kehidupan ini dengan dasar iman dan kekuatan dari Nya.

Sekali lagi, tak kenal maka tak sayang, begitu juga dalam kehidupan iman menjadi seorang katolik. Berusahalah untuk menjadi orang Katolik yang benar-benar tau akan Kekatolikan, sehingga kita tidak menjadi abu-abu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar