Ditulis Oleh: Irse Wilis
Perempuan dikodratkan sebagai penolong kaum Adam. Apakah ini lantas berarti bahwa kita bebas menjadikan perempuan sebagai pembantu? Kan penolong identik dengan pembantu?
Perempuan adalah makhluk Tuhan yang indah sama seperti lelaki. Walaupun lemah dalam hal kekuatan fisik, namun perempuan mempunyai hati yang kuat jika dia mampu menyadarinya. Buktinya, banyak para janda yang membesarkan anaknya sendiri, banyak perempuan yang bisa bertahan dalam pernikahannya yang penuh dengan KDRT, banyak perempuan yang mampu memaafkan sekalipun tersakiti dengan teramat dalam, dan lain-lain.
Perempuan yang seperti itu mungkin kelihatan bodoh. Mengapa masih bertahan jika suami suka memukul? Mengapa bisa memaafkan kalo ternyata suaminya berselingkuh lagi? Kok bodoh kali ya?! Mungkin masih banyak yang menilai perempuan sebagai makhluk yang lemah dan bodoh. Meskipun sekarang ini emansipasi wanita sudah kuat berdengung, banyak perempuan tangguh yang sukses jadi entrepreneur dan banyak tokoh perempuan sukses lainnya, tidak serta merta menghilangkan opini publik tentang kerapuhan seorang perempuan.
Perempuan membuat dirinya menjadi tidak berharga ketika perempuan tersebut hanya menjadikan tubuhnya sebagai objek kepuasannya sendiri. Hal-hal duniawi dikejar dan melupakan hal-hal surgawi yang seyogyanya menjadi sumber kekuatan dasar dalam diri seorang perempuan. Lihatlah Bunda Maria, betapa kuat dan suci hatinya. Kekuatannya berasal dari Allah, sehingga dia dipilih menjadi Bunda Penebus dunia. Kekuatan hatinya memampukan dia bertahan menghadapi kenyataan bahwa anaknya dibunuh dengan kejam. Hatinya tegar sekalipun keinginan hatinya mungkin bertentangan dengan kehendak Tuhan. Ibu mana sih..? yang rela melahirkan dan membesarkan anak kalo toh ujungnya akan dibunuh demi penebusan manusia? Seorang ibu pasti memiliki harapan untuk bisa hidup dan tinggal lebih lama dengan anaknya dan melihat anaknya tumbuh dewasa dan beranak cucu (maksud dari keinginan hati yang bertentangan dengan kehendak Tuhan). Tapi Bunda Maria sungguh menghadirkan Allah dalam dirinya sehingga dia mampu memikul salibnya dengan melahirkan, membesarkan dan menerima kembali jasad Yesus di pangkuannya. Inilah contoh kerendahan hati, ketaatan yang penuh pada kehendak Tuhan sehingga hidup Bunda Maria sungguh kuat dan tegar.
Sebagai perempuan yang dikodratkan untuk menjadi seorang penolong, hendaknya setiap perempuan sadar bahwa menjadi perempuan adalah menjadi penolong bukan menjadi pemimpin (dalam konteks kehidupan berumah tangga). Penolong tidak sama dengan pembantu. Penolong adalah seseorang yang memiliki kesetaraan dengan pihak yang ditolongnya. Penolong melengkapi kekurangan dan kelebihan orang yang ditolongnya, sehingga penolong ini merupakan suatu hal yang penting yang tidak bisa terlupakan apalagi terabaikan. Karena tanpa penolong, maka Adam sama seperti Adam yang pada mulanya hanya seorang diri dan tidak memiliki penolong yang setara dengannya. Penolong memiliki sifat yang setia untuk tetap mendampingi karena ketergantungan dengan pihak yang ditolong. Penolong juga akan bertahan sekalipun pihak yang ditolongnya mengacuhkan atau mengabaikan dirinya, karena penolong memiliki kasih yang besar kepada pihak yang ditolongnya.
Jadi, emansipasi wanita bukan berarti mendorong setiap perempuan untuk bertingkah diluar kodratnya dengan menjengkali kaum Adam, seakan-akan kuat berdiri sendiri; tanpa Adam sang pemimpin yang menjadi wakil Kristus di dunia ini. Wanita yang terlalu independen akan mengakibatkan dirinya terluka sendiri karena mengikari sebuah kenyataan bahwa dia membutuhkan pemimpin yang mampu menolong dia ketika dia sedang lemah dan jatuh.
Baik laki-laki atau perempuan tidak akan mampu berdiri sendiri tanpa kerjasama diantara keduanya. Karena persekutuan antara keduanya merupakan tanda kehadiran Allah yang menghidupkan, menguatkan dan memberi harapan bagi manusia lainnya. Karena Allah sungguh hadir di dalam diri laki-laki atau perempuan yang taat kepadaNya.
Jika ingin keluar dari opini publik yang menjatuhkan harkat dan martabat perempuan, sudah seharusnya para perempuan kembali ke kodrat asalnya sebagai penolong yang menghidupi Kristus dalam kehidupannya sehari-hari. Kristuslah yang akan menuntun perempuan menjadi seperti bundaNya yang kuat dan setia kepada Allah; sehingga mampu bertahan meskipun badai kehidupan begitu kuat menerjang.