Ditulis Oleh: Irse Wilis
Bukan hal yang basi bagi seorang perempuan berusia 30 tahun atau lebih 30 tahun, pas ketemu sodara pasti ditanyain..”Lo kapan merid?”. Ya ampun di zaman canggih gini, masih ada aja ya orang kepo yang ngurusin kehidupan orang?! , berusaha menghibur diri walopun dalam hati pasti sebalnya setengah mati.
Begitulah sebagian cerita dari para jomblo yang merasa tertekan dengan status kejombloannya. Di tulisan ini, saya mau berbagi cerita tentang diri saya yang menurut orang-orang saya adalah seorang jomblo abadi.
Kisah ini bermula saat saya lagi ngumpul dengan sodara-sodari saya, tepatnya paman saya yang lagi jalan-jalan ke kota Medan. Kami ngumpul di salah satu restoran keluarga yang baru opening bulan Desember 2015. Di rumah makan ini kami tertawa cekakak cekikik melepas kerinduan setelah sekian lama tak bersua. Maklum lah, saya jarang pulang kampung lantaran ongkos mahal sementara gaji masih pas-pasan.
Entah bagaimana paman saya tercinta mulai menginterogasi saya, “Win, kapan lo nikah?” tanyanya dengan wajah penasaran, saya yang sok alim tersenyum manis menjawab: “Gak akan deh paman..soalnya jodoh saya tuh di surga”, masih berusaha tenang walo dalam hati sudah mulai timbul percikan api, ibarat api yang berasal dari korek mancis.
“Lo gak takut jadi perawan tua? Si cece X aja uda nikah lo, dan sekarang dia ada yang jagain, ada teman hidup, gak kesepian lagi..mengapa lu gak seperti dia aja? Tanya paman dengan sedikit menasehati. Saya yang mulai kebakaran jenggot jadi terpancing untuk berceramah di malam yang berbahagia itu, “Paman, jalan hidup setiap orang beda-beda loh! Ada yang emang terpanggil untuk hidup berkeluarga dan ada yang memilih untuk selibat”, jawabku seolah menggurui pamanku sendiri. “Jadi, lu mau jadi suster ya? Aduh, sayang banget ya...” sahut paman yang kemudian dilanjutkan dengan perdebatan panjang soal hidup menikah dan hidup selibat.
Menjadi single buat saya adalah saat yang tepat untuk mengisi tangki cinta saya dengan cinta Tuhan. Saat sendiri, saya seperti emas yang dilebur dengan berbagai masalah kesendirian, misalnya: sendiri menanggung kelaparan ketika uang sudah menipis karena keasyikan shoping, makan dan tidur sendiri tanpa ada yang nemenin, kerja sendiri membersihkan rumah tanpa ada yang bantuin, berangkat dan pulang kerja sendiri tanpa ada yang jemput, tertekan karena masih sendiri, malu karena masih sendiri, ke pesta sendirian rasanya sesuatu banget, ibarat kucing yang berada dalam kawanan Harimau yang siap-siap menelan si kucing, dan masalah lainnya.
Melalui perasaan dan masalah yang kurang nyaman tersebut, saya dibentuk menjadi emas murni karena masalah-masalah di waktu sendiri pasti akan muncul setelah kita menikah/hidup selibat. Masalah sewaktu single membentuk saya menjadi pribadi yang lebih dewasa dalam berpikir dan bersikap sehingga membuat saya semakin mengerti arah dan tujuan hidupku.. Tidak semua orang loh bisa menerima kesendiriannya. Banyak yang menjadi jomblo ngenes dan akhirnya terpaksa nikah karena umur sudah hampir expired (dalam hidup bekeluarga).
Ajaran teologi tubuh oleh St.Yohanes Paulus II banyak mengubah konsep pemikiran saya soal single. Single bukan suatu kutukan melainkan suatu anugerah, suatu kesempatan untuk berbenah diri menjadi seseorang yang siap untuk dicintai dan mencintai. Harus memenuhi diri sendiri dulu dengan cinta yang melimpah, barulah terjun ke percintaan yang sesungguhnya. Bagi single yang memilih untuk selibat, perlu disadari bahwa kehidupan selibat itu bukan karena takut kawin (trauma), bukan karena tidak laku, bukan sebagai topeng untuk menyembunyikan sesuatu. Kehidupan selibat adalah karena kesadaran bahwa diri ini menjadi pengantin perempuan milik Yesus sang mempelai lelaki sejati. Jadi,dalam kehidupan selibat prinsip perkawinan tetap berlaku.
Sekilas tentang prinsip perkawinan (karakteristik cinta) adalah: Bebas, Setia, Total dan Berbuah. Selibat yang bebas adalah seseorang yang tidak terikat oleh hal apapun yang mampu bergerak bebas untuk melakukan hal (kehendak, pikiran dan tindakan) yang baik. Bebas yang dimaksud bukan bebas yang lepas dari tanggung jawab melainkan kebebasan dalam melakukan kehendak baik. Contoh jomblo yang ingin menjadi misionaris akan bebas dari perasaan bersalah karena meninggalkan keluarga untuk menjadi pewarta Firman di mana dia ditempatkan, sementara jika dia merasa takut untuk meninggalkan keluarga berarti dia belum bebas dalam memutuskan dan melakukan kehendak baik yang diinginkan Allah. John Paul II said: “freedom consists not in doing what we like, but in having the right to do what we ought”
Selibat yang setia adalah seseorang yang komit dan konsisten melakukan sesuatu yang diinginkan yang selaras dengan hakikatnya sebagai manusia yang secitra dengan Allah. Ada perjuangan yang harus dilakukan guna bertahan sampai akhir. Contoh: seseorang yang ingin menjadi pewarta Firman akan berusaha mengisi dirinya terus menerus dengan ilmu dan cinta Tuhan, di dalam kehidupan setiap hari membawa misi Tuhan walaupun mungkin penolakan dan caci maki harus diterimanya. Sebaliknya jika, seseorang dengan mudah berbalik arah ketika dia mengalami masa pemurnian maka prinsip setia tidak ada dalam hidupnya.
Selibat yang total adalah sesorang yang memberikan dirinya sepenuhnya kepada Tuhan yang dicintaiNya. Tidak ada yang tersembunyi yang tidak diberikannya kepada Tuhan yang dicintai. Contoh: seseorang yang rela mengabdikan diri demi terselenggaranya sebuah acara yang berhubungan dengan kemuliaan nama Tuhan. Tidak ada hitung-hitungan waktu, materi dan tenaga yang dicurahkan demi terlaksananya acara tersebut. Sementara jika seseorang masih memberlakukan kalkulator untuk menghitung untung dan rugi, maka dimana letak totalitasnya?!
Selibat yang berbuah adalah seseorang yang menghasilkan buah dari hasil kehidupannya bersama Tuhan. Bisa dalam bentuk karya, anak,saudara/saudari rohani, atau sesuatu yang berguna bagi kehidupan orang lain yang merupakan ciptaan Tuhan (misalkan:rumah singgah untuk anak jalanan, rumah retret, gedung serba guna, dll). Sementara jika seseorang tersebut tidak menghasilkan buah-buah rohani berarti selibat yang dilakukannya bukan untuk Tuhan dan lebih cocok jika dia disebut single/jomblo tanpa embel-embel selibat.
Jadi, sudah jelas bahwa kehidupan selibat bukan seperti kehidupan orang-orang yang memilih hidup sendiri untuk dirinya sendiri. Contoh dari kelompok single dan tidak selibat adalah: para single fighter, tidak menikah, yang bekerja giat, sebagian workholic, menikmati hidup sebagai motto hidupnya yang nampak dari hobi jalan-jalan, shoping kemana saja sesuai keinginan pribadi. Kelompok inilah yang sering dikategorikan sebagai jomblo ngenes. Mengapa? Karena mereka sebenarnya melarikan diri dari kenyataan hidup, berusaha menghindari sesuatu yang buruk dengan jalan mengingkari keinginan hati untuk menikah. Mereka yang berada dikelompok ini rentan dengan penyakit depresi dan stres karena kehidupan sendiri tanpa berbagi dengan orang lain hanya akan membuat diri sendiri menjadi sakit dan terluka. Karena hakikat manusia adalah memberi dan menerima cinta, jadi; jika tidak seimbang maka KETIDAKBAHAGIAANLAH sebagai hasil akhirnya.
Selibat sendiri terdiri dari dua yaitu: selibat awam dan selibat religius. Selibat awam adalah seperti yang saya ceritakan di atas, sedangkan selibat religius adalah para kaum berjubah yang terikat pada suatu ordo/tarekat, yang menjalankan visi dan misi tempat mereka mengabdikan diri. Mereka adalah para imam, suster, frater dan bruder. Jadi, dalam kehidupan selibat seseorang menyadari betul akan hakikat perkawinan surgawi yang mempersiapkan dirinya seutuhnya untuk dipersembahkan kepada mempelai lelaki yaitu Yesus Tuhan Raja yang sejati. Setiap kaum selibat tidak hidup untuk dirinya sendiri melainkan hidup bersama dengan mempelai lelakinya dalam membina kehidupan rumah tangga seperti yang dikehendaki bersama. Jadi, selibat TIDAK SAMA dengan jomblo yang hidup untuk dirinya sendiri.
Malam itu, saya dan paman tidak membahas detail tentang kehidupan selibat, karena dari mereka sendiri merasa sudah mengenal kehidupan selibat itu seperti apa. Obrolan kami dilanjutkan dengan sejarah percintaan paman dan tante yang ideal menurut saya, dan akan saya bahas di tulisan lainnya.
Jadi, jangan pernah mengisi kesendirian kita dengan tangki cinta yang kosong karena, jika tangki kita kosong, dimanakah letak kelayakan kita untuk menjadi pasangan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar